”Pelanggar diberikan waktu 5 hari untuk melakukan konfirmasi. Dengan metode konfirmasi ini pemilik kendaraan dapat mengklarifikasi siapa yang menjadi subjek pelanggar termasuk jika kendaraan telah di jual ke pihak lain dan belum dilakukan proses balik nama. Setelah proses konfirmasi dari pemilik kendaraan di terima, selanjutnya pelanggar akan diberikan tilang biru sebagai bukti pelanggaran serta kode bri virtual (briva) sebagai kode virtual pembayaran tilang melalui Bank BRI. Jadi proses ini benar-benar murni digital IT,” papar lulusan Akpol 1993 ini.

Ditegaskannya, pelanggar diberikan waktu selama tujuh hari lagi untuk melakukan pembayaran denda tilang. ”Jika tidak ada pembayaran akan dilakukan pemblokiran STNK sementara sampai denda tersebut dibayarkan,” kata Yusuf.

Menurutnya, karena semua sudah tersistem dengan baik, tidak lagi parsial, otomatis akan menghapus interaksi petugas kepolisian dengan pelanggar.

”Karena itu tak ada celah potensi terjadinya pungli maupun suap yang dilakukan oleh oknum yang dapat merusak citra Kepolisian. Selama ini’kan kami mendapat image sebagai tukang tilang. Karena itu, harapannya melalui penerapan ETLE ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas, sebagai perubahan budaya dan perilaku masyarakat,” tegas Yusuf.

Hingga kini, sebanyak 12 kamera ditempatkan di sepanjang ruas Jalan Sudirman – Jalan MH Thamrin, dan akan terus bertambah hingga 81 kamera di 25 persimbangan jalan besar di Jakarta.

”Saat ini kami fokus pertama kami di kawasan Sudirman-Thamrin yang merupakan etalase Jakarta. Ini menjadi pilot project dalam penerapan ETLE ke depan di seluruh Indonesia,” pungkas Yusuf.

Artikel ini ditulis oleh: