Jakarta, Aktual.com — Bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron mengklaim, harta yang dimiliknya sebesar Rp 33 miliar dan Rp 97,2 miliar merupakan dari warisan orang tuanya.

“Saya sebagai cucu diberi gelar Raden Fuad Amin Imron. Saat ayahanda wafat, saya menerima warisan sejumlah lebih kurang Rp 14 miliar dan setahun kemudian ibunda wafat dan mewariskan kepada saya sejumlah uang Rp 19 miliar,” ujar dia dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/10).

Selain dari warisan di atas, sambung dia, juga menerima beberapa harta peninggalan dimana salah satunya adalah tempat makam keramat dari Syaichona Muhammad Kholil yaitu Masjid Martajesah dimana dapat menghasilkan pendapatan per bulan sampai sekarang lebih kurang Rp 450 juta sejak tahun 1996.

“Itu semenjak menggantikan ayah saya. Selama 18 tahun menghasilkan Rp 97,2 miliar,” ujar Fuad.

Soal jabatanya yang diemban itu, Fuad mengklaim tahun 1998 mendapatkan dorongan dari masyarakat Bangkalan, sehingga dia menjadi anggota DPRD dan bupati.

“Saya terpilih mutlak dengan suara 94 persen. Ini membuktikan saya orang terhormat dan memiliki kekayaan. Pada usia muda yaitu tahun 1962, saya sudah menjadi DPR, saya bekerja keras dan ulet dari bisnis TKI umrah dan jual beli tanah. Saya melakukan apa yang saya anggap halal dan untung besar. Menjadi anggota DPR dan bupati adalah panggilan hati mengabdi dan untuk kesejahteraan rakyat,” kata Fuad.

Dia pun membantah menerima pemotongan realiasi anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Bangkalan sebesar Rp 341,7 miliar. “Sungguh sangat fantastis angka yang disebutkan oleh penuntut umum. Penuntut umum kelihatannya ingin menyeimbangkan seolah-olah aset dan harta saya yang disita semuanya berasal dari tindak pidana korupsi selama saya menjabat sebagai bupati, padahal saya bekerja banting tulang sejak tahun dari 1966 selama 49 tahun dan semua harta aset saya disita habis oleh KPK, termasuk uang tabungan anak-anak saya yang menabung dari uang jajan,” kata Fuad.

Meski dalam fakta persidangan ada 97 saksi dari SKPD yang dihadirkan, namun menurut Fuad, para saksi menerangkan tidak pernah ada perintah atau arahan darinya selaku Bupati Bangkalan untuk melakukan pemotongan 5-10 persen setiap realisasi anggaran SKPD.

“Saya juga tidak pernah menerima uang dari kepala SKPD dan bendahara SKPD. Sedangkan tuduhan menerima uang dari penempatan calon PNS di Kabupaten Bangkalan 2004-2009, saya sama sekali tidak pernah menerima yang dari penempatan CPNS,” kata Fuad.

Mengenai penyitaan seluruh harta dan aset pribadinya termasuk warisan dari nenek moyang Fuad yang dilakukan sewenang-wenang oleh KPK dan di dalam dakwaan, menurut Fuad adalah sungguh mustahil. “Sungguh mustahil apabila seorang menjadi melarat bisa menjadi bupati, itu sangat mustahil adalah sangat tidak berdasar dan menyesatkan. Saya sangat bersyukur dilahirkan dari keluarga terhormat dan berada sehingga saya menjadi ahli waris yang memiliki harta peninggalan cukup banyak,” kata Fuad.

Fuad bahkan mengklaim berkontribusi dalam membangun jembatan Suramadu, masjid Agung Bangkalan dan jalan kembar Soekarno-Hatta. “Sebagai pelopor pembangun Bangkalan, saya mendapat 128 penghargaan seperti bintang kebangsaan dari Bu Mega, dari SBY dan lain-lain. Di bawah kepemimpinan saya, pemda dapat predikat wajar tanpa pengecualian dari BPK, secara sosial saya menyelamatkan ribuan pengungsi dari Kalimatan,” kata Fuad.

“Yang Mulia Majelis Hakim yang saya hormati, sebagai seorang suami dan ayah dari sembilan orang anak serta kakek yang sudah memasuki usia 68 tahun serta lima orang cucu, dalam diri saya mengalir darah seorang ulama dan bangsawan, dari ayah saya yaitu Amin Imron, mengalir darah ulama dan politisi, ayah saya merupakan cucu dari almarhum Muhammad Kholil Abdul Latif yang merupakan guru dari pendiri NU,” ujar Fuad.

“Untuk putra-putri dan cucu, maafkan saya tidak bisa menemani masa tumbuh kembang. Saya sangat cinta kalian, saya minta jangan lawan ibu, turuti perintah ibu,” kata Fuad sambil terisak.

Jaksa menilai Fuad mendapatkan uang dari PT Media Karya Sentosa (MKS) sebagai balas jasa atas peran Fuad mengarahkan tercapainya Perjanjian Konsorsium dan Perjanjian Kerjasama antara PT MKS dan Perusahaan Daerah (PD) di Bangkalan PD Sumber Daya. Fuad juga memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Codeco Energy Co. Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.

Selanjutnya, Fuad juga dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang pada tahun 2010-2014 seperti dalam dakwaan kedua. Dalam kurun waktu Oktober 2010-Desember 2014, terdakwa sebagai Bupati Bangkalan telah menerima uang dari PT MKS sejak bulan Oktober 2010-Desember 2014 Rp 14,45 miliar dan menerima uang dari pemotongan realisasi anggaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemkab Bangkalan sekitar 10 persen dari Oktober 2010-2014 yaitu sebesar Rp 182,574 miliar.

Jumlah keseluruhan uang yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang diterima terdakwa baik selaku Bupati Bangkalan maupun selaku Ketua DPRD Bangkalan adalah sejumlah Rp 197,224 miliar.

Fuad melakukan pencucian uang dengan menempatkan harta kekayaan di Penyedia Jasa Keuangan, melakukan pembayaran asuransi, membeli kendaraan bermotor, membayar pembelian tanah dan bangunan dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Jaksa KPK juga yakin Fuad melakukan pidana pencucian uang pada periode 2003-2010 sebagaimana dakwaan ketiga. Terdakwa melakukan perbuatan menerima hadiah berupa uang yaitu pertama adalah terdakwa selaku Bupati Bangkalan dan kemudian menjabat Ketua DPRD Bangkalan mengetahui dan menyadari bahwa penerimaan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 15,4 miliar dari tahun 2009-1 Desember 2014 baik yang diterima langsung atau pun melalui orang lain adalah sebagai imbalan atau balas jasa karena peranan terdakwa yang telah membantu PT MKS.

Kedua, pemotongan realisasi anggaran SKPD Pemkab Bangkalan sekitar 10 persen dari tahun 2003-September 2010 Rp159,162 miliar. Ketiga, penempatan calon PNS di Pemkab Bangkalan dari tahun 2003-2010 yang seluruhnya berjumlah 20,170 miliar.

Fuad menempatkan harta kekayaannya pada Penyedia Jasa Keuangan, membayar asuransi, pembayaran pembelian kendaraan bermotor, pembayaran pembelian tanah dan bangunan yang diketahuinya atau patut diduganya sebagai hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan selaku Bupati Bangkalan dari bulan Maret 2003 sampai dengan bulan September 2010.

Penghasilan resmi Fuad sebagai Bupati Bangkalan menurut Jaksa KPK tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah oleh Fuad karena menyimpang dari profil penghasilan yang hanya memiliki penghasilan sebagai Bupati Bangkalan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu