Jakarta, Aktual.co — Pernyataan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi soal iklan rokok menunjukkan YLKI tidak paham komunikasi periklanan sekaligus juga tidak mengerti aturan di industri rokok.
 
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan, industri rokok merupakan industri legal. Kalangan industri pun tidak pernah menipu atau  melakukan kamuflase atas iklan rokok. Bahwa kemudian dalam iklan seakan ada dramatisasi itu semata bagian kiat periklanan agar iklan tersebut menarik.
 
“Jadi itu bagian periklanan mendesain agar iklan menarik dan itu bukan karangan industri rokok tapi periklanan,” ujar Ismanu kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (5/6).
 
Ismanu menegaskan, pihaknya sudah mematuhi segala macam peraturan yang berkaitan dengan rokok. Seperti, iklan rokok yang tidak menampilkan kemasan, iklan disajikan dalam rentang waktu tertentu, bahkan aturan kemasan yang dibuat sedemikian menyeramkan.
 
Demikian juga dengan iklan atau promosi produk juga sudah sesuai aturan dalam Undang-Undang Perdagangan. Di mana iklan rokok hanya menonjolkan merek atau brand saja.
 
“Seringkali omongan atau tulisan yang disampaikan YLKI tidak tepat. Bahkan seringkali YLKI tidak murni dengan argumen konsumen tapi lebih pada kepentingan tertentu. Saya yakin industri ini sudah berjalan dalam kebenaran karena legal,” kritik Ismanu.
 
Menurut Ismanu, industri tembakau saat ini sudah berinvestasi sangat besar agar ekonomi tetap terjaga. Untuk itu, ia berharap tidak ada gangguan-gangguan yang hanya akan memperpuruk ekonomi yang akhirnya kemudian industri dirugikan.
 
Ismanu mengingatkan agar YLKI perlu arif dengan mempelajari lagi terkait peraturan soal iklan rokok dan bahasa komunikasi simbolik yang dikenal dalam periklanan.
 
Dalam UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 dan PP 109/2012, iklan rokok tidak boleh menunjukkan wujud rokok bahkan bungkusnya.  Jadi, kata Ismanu, pernyataan YLKI bahwa iklan rokok menipu atau kamuflase karena tidak sesuai kenyataan, justru mempertanyakan kampanye YLKI agar iklan rokok tidak boleh vulgar.
 
Tapi, kalau memang YLKI mencabut kampanyenya itu, tegas Ismanu, silakan YLKI cabut usulan iklan rokok tidak boleh vulgar itu dengan merivisi aturannya.
 
“Kami pihak industri justru sudah mematuhi iklan sesuai ketentuan yang ada. Jadi, di mana kelirunya?” tegas Ismanu
 
Poin lain, YLKI harus paham bahwa semua iklan selalu menggunakan bahasa-bahasa simbolik.  Harusnya YLKI mempertanyakan juga iklan-iklan obat-obatan  farmasi dan lainnya karena iklannya memiliki sifat dan model sama.
 
“Ada iklan adegan orang sakit kepala terus‎ minum obat sembuh, tanpa disampaikan beberapa waktu kemudian, atau tanpa disampaikan efek samping yang berbahaya, dan seterusnya,” imbuhnya.
 
Karena itu, sebagai lembawa non pemerintah yang mewakili kepentingan konsumen, sebaiknya YLKI tidak memilih-milih komentar. Kecuali sejak awal, YLKI menyatakan bahwa kritik terhadap industri tembakau karena ada “pesan sponsor”, misalnya.  
 
“Supaya jelas posisinya. Publik sudah tahu, kok, YLKI dapat dana dari jaringan perusahaan farmasi internasional. Kami hanya ingin agar dia arif saja dalam berpendapat, supaya publik tidak tersesat‎ menyimpulkan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka