Kronologi Perkara Antara GDE dengan Bumigas
Pada 2005, GDE dan Bumigas melakukan kontrak kerjasama untuk mengembangkan PLTP Dieng (Jawa Tengah) dan Patuha (Jawa Barat) yang kemudian oleh pemerintahan Jokowi-JK dimasukkan menjadi proyek 35.000 MW. Namun, karena Bumigas gagal melakukan kewajiban kontrak, maka pelaksanaan proyek Dieng & Patuha tersebut terbengkalai.

Diantara kewajiban kontrak yang harusnya dipenuhi oleh Bumigas adalah penyediaan dana sesuai ketentuan Pasal 55 dalam kontrak. Oleh karena Bumigas tidak mampu memenuhi kewajiban kontrak, akhirnya pada November 2007 kedua belah pihak membawa sengketa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan tuntutan GDE berupa pembatalan kontrak. Oleh BANI, tuntutan GDE berupa pembatalan kontrak dikabulkan sehingga kedua perusahaan itu dinyatakan tidak lagi memiliki status ikatan hukum kerjasama.

Bumigas menolak putusan BANI dan melakukan gugatan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada September 2008. Namun melalui Putusan Kasasi MA No.250K/PDT.SUS/2009, MA menolak tuntutan Bumigas yang menginginkan pembatalan putusan BANI.

Tak puas di situ, Bumigas kembali menghadapi meja peradilan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), lagi-lagi pada Mei 2010 MA mengeluarkan putusan PK No.16PKIPDT.SUS/2010 yang intinya menolak permohonan Bumigas.

Atas landasan tersebut, GDE menganggap status hukum sudah inkrah sehingga GDE melaksanakan sendiri pembangunan PLTP Patuha Unit 1 (1 x 55 MW) dengan dukungan pinjaman dana dari BNI. PLTP Patuha Unit 1 ini mulai beroperasi secara komersial pada September 2014, setelah tersambung dengan Jaringan listrik PLN Jawa, Madura dan Bali.

Namun, saat pembangunan PLTP Patuha tersebut dimulai pada 2012, Bumigas untuk kedua kalinya mengajukan permohonan pembatalan Putusan BANI ke MA. Oleh MA kali ini mengluarkan putusan No.586K/PDT.SUS/2012 yang isinya mengabulkan permohonan Bumigas yakni berupa pembatalan putusan BANI tahun 2007.

GDE tidak tinggal diam dan melakukan upaya hukum atas kemenangan Bumigas. Namun, permohonan PK oleh GDE tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (cq. Putusan MA No.143PKIPdt.Sus-Arbt/2013 tanggal 20 Februari 2014 jo. Putusan MA No.45 PK/ Pdt.Sus-Arbt/2015 tanggal 28 Mei 2015). Oleh karena itu Perjanjian antara GDE dengan Bumigas diasumsikan berlaku kembali.

Baca selanjutnya…
Perampasan Aset Milik GDE oleh Bumigas

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta