Perampasan Aset Milik GDE oleh Bumigas
Karena kembali berlakunya perjanjian, maka Bumigas meminta agar dilakukan proses re-negosiasi terhadap syarat dan ketentuan di dalam Perjanjian. Dalam proses re-negosiasi, Bumigas mengajukan permintaan ganti rugi berupa Right to Develop atas Proyek Dieng & Patuha (termasuk PLTP Patuha Unit 1 yang telah beroperasi) dan Project Development dengan skema Build Operate Transfer (BOT).

Bumigas meminta GDE membayar ganti rugi sebesar Rp.5 triliun. Tidak hanya itu, Bumigas pun meminta GDE menyerahkan aset PLTP Patuha Unit 1 senilai Rp.2,5 triliun kepada Bumigas.

Sementara Direktur Utama GDE, Riki Firmandha Ibrahim mengatakan bahwa pihaknya tetap berpegang pada putusan BANI karena Bumigas tidak memenuhi kewajiban kontrak. Karenanya dia menegaskan tidak bisa memenuhi tuntutan Bumigas terlebih aset GDE merupakan milik Negara.

“Inikan aset negara. Sikap kita tetap berpegang kepada putusan BANI. Geo Dipa tidak bisa memenuhi tuntutan Bumigas, KPK sudah melarang, karena akan terjadi potensi kerugian negara,” katanya kepada Aktual.com

Menyikapi permasalahan ini, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara merasa prihatin dan menduga ada pihak-pihak secara sengaja menyusun skenario untuk menjerat BUMN dan mengambil sejumlah aset yang dimiliki oleh BUMN.

Marwan merasa janggal bila pihak Bumigas tidak memenuhi kewajiban kontrak malah GDE dituntut gantirugi hingga pengambialihan aset oleh Bumigas. Terlebih sebelumnya deputi pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan surat No.B/004/LIT.04/10-15/09/2017 kepada GDE bahwa Bumigas tidak pernah memiliki rekening di HSBC Hongkong baik dalam status aktif maupun yang telah ditutup.

Sebagai informasi, Rekening HSBC Hongkong adalah rekening yang dinyatakan Bumigas sebagai rekening yang menerima prove of fund pada 29 April 2005 untuk memenuhi ketentuan pasal 55 Kontrak. Karenanya tegas Marwan, apabila ketentuan pasal 55 kontrak ini tidak dipenuhi Bumigas, harusnya dengan sendirinya kontrak berakhir.

“Surat KPK itu menunjukkan niat buruk Bumigas dengan menggunakan tipu muslihat kepada GDE sedemikian rupa agar Kontrak berlaku efektif. Selain itu, surat KPK tersebut juga menjadi salah satu bukti oleh GDE pada proses pengadilan di BANI yang menguatkan permohonan GDE untuk menjadi pertimbangan BANI atas permohonan GDE untuk mengakhiri Kontrak,” kata Marwan.

Namun faktanya pihak Bumigas sangat gigih berperkara dimuka peradilan, persoalannya dengan GDE bukan hanya di pengadilan BANI dan MA, namun Bumigas juga membawa persoalannya ke Pegadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 4 September 2018, PN Jakarta Selatan melalui Putusan No.529/Pdt.G.ARB/2018 menegaskan pembatalan putusan BANI. Meskipun dalam putusan itu, PN Jakarta Selatan tidak menyangkal kebenaran dan keberadaan surat KPK tanggal 19 September 2017.

Baca selanjutnya…
Modus Kejahatan

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta