Jakarta, Aktual.com — Terdakwa kasus korupsi pengadaan bus transjakarta tahun anggaran 2012-2013, Udar Pristono tidak bisa hadir dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9), dengan alasan sakit. Lantaran hal itu, Majelis Hakim terpaksa menunda sidang yang beragendakan pembacaan putusan.

“Majelis hakim memberikan satu kali kesempatan kepada terdakwa tidak hadir. Karena rumah sakit juga memberikan izin untuk dua sampai empat jam jadi tidak ada masalah untuk mendengarkan putusan sidang,” ujar Hakim Ketua, Artha Therisa, di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Alhasil, Majelis Hakim harus menjadwalkan kembali sidang putusan untuk Udar. Dalam jadwal selanjutnya, Hakim mengharuskan Udar untuk hadir, meskipun kondisinya memang tidak memungkinkan.

“(Sidang dijadwalkan ulang pada) Rabu 29 September 2015 pukul 09.00 WIB. Hasil operasi kedua dan ketiga belum tertutup. Pembacaan putusan Rabu bisa dihadirkan dengan perawat,” tegas Hakim Artha.

Dalam kasus korupsi pengadaan bus transjakarta, Udar dijerat dengan tiga dakwaan. Dalam dakwaan pertama, Pristono diduga bersama-sama melakukan korupsi dengan kuasa pengguna anggaran sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) tahun 2012 Hasbi Hasibuan, Ketua Panitia Pengadaan armada bus transjakarta Gusti Ngurah Wirawan, dan Direktur PT Saptaguna Daya Prima bernama Gunawan selaku penyedia transjakarta.

Dalam pengadaan transjakarta tahun 2013, Udar dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 392 miliar. Atas dakwaan pertama, Udar diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.

Dalam dakwaan kedua, Pristono diduga menerima gratifikasi terkait lelang pengadaan pekerjaan perbaikan koridor busway pada tahun 2012. Dalam lelang, PT Jati Galih Semesta dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Kemudian, pada 19 September 2012, Yedsie Kuswandy selaku Dirut PT Jati Galih Semesta dan PPK pada Dishub DKI Jakarta Bernard Hutajulu menandatangani kontrak senilai Rp 8.331.807.000.

Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa sejak tahun 2010 sampai 2014, Udar telah beberapa kali menerima pemberian uang dari beberapa orang. Udar mengaku tidak ingat siapa saja orang-orang tersebut.

Selama menerima uang tersebut dalam kurun waktu empat tahun, Udar tidak pernah melaporkan penerimaan uang tersebut sebagai barang hasil gratifikasi. Diketahui jumlah uang yang disimpan Udar di rekening Mandiri sebesar Rp 4.643.400.000 dan di rekening BCA sebesar Rp 1.875.865.000.

Sedangkan dalam dakwaan terakhir, Udar disinyalir melakukan pencucian uang dengan mengalihkan uang yang disimpannya menjadi bentuk lainnya. Untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut, Udar menyuruh anak buahnya yang bernama Suwandi untuk menyetor dan mentransfer uang yang diterimanya ke dalam rekening atas nama Udar di sejumlah bank.

Jaksa memaparkan, mantan anak buah Presiden Joko Widodo itu juga menggunakan uang tersebut untuk membeli barang seperti rumah, apartemen, dan kendaraan bermotor.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby