Ribuan kader PDI Perjuangan menghadiri penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDI Perjuangan di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta, Selasa (12/1/2016). Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDI Perjuangan telah melahirkan rekomendasi untuk dijalankan oleh internal partai dan juga eksternal partai PDI Perjuangan dalam rangka membangun Indonesia yang lebih baik hingga puluhan tahun mendatang. Satu diantara rekomendasi tersebut adalah PDI Perjuangan mendukung untuk dilakukannya amandemen terbatas pada UUD 1945.

Jakarta, Aktual.com — Pakar politik dari Monash Institute, Mohammad Nasih menilai wacana menghidupkan kembali GBHN merupakan kritikan halus PDIP terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, banyak kebijakan pemerintah yang mengusung paham neolib

“Sangat bisa jadi, itu juga merupakan sindiran bahwa Jokowi ternyata sangat neolib. kebijakan-kebijakannya banyak yang merugikan rakyat. Misal, menyerahkan harga BBM kepada pasar, memungut dana dari rakyat, dan lain-lain,” ujar Nasih di Jakarta, Rabu (13/1).

GBHN sangat dibutuhkan dengan kondisi bangsa saat ini, sekalipun wacana tersebut tidak bisa dinafikan dari adanya kepentingan politik.

“Ya karena memang Indonesia memerlukan itu, dan bisa jadi sekaligus menyindir Jokowi,” cetusnya.

Menyinggung munculnya wacana GBHN menandakan konsep yang dipakai pemerintahan Jokowi selama ini kurang efektif, dirinya menyangsikan konsep Trisakti dan nawacita adalah hasil pemikiran presiden Jokowi.

“Konsep Trisakti dan Nawacita kan bukan orisinil dari Jokowi. Bahkan revolusi mental pun yakin lebih banyak godokan tim sukses yang dominan saat itu. Nah, posisi sekarang sangat mungkin telah berubah,”

“Inilah yang berpotensi menyebabkan antara janji politik dengan kenyataan sekarang sangat jauh berbeda. Kalau ada GBHN, menilainya akan mudah. Kalau tanpa GBHN, pemimpin akan sangat mudah berapologi. Bahasa anak mudanya ngeles,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: