Jakarta, Aktual.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama semester pertama 2015 rata-rata hakim memvonis koruptor hanya dua tahun satu bulan penjara. Hal itu berdasarkan pantauan ICW terkait penanganan 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa yang telah diperiksa dan diadili pengadilan baik di tingkat Tipikor, banding maupun kasasi serta peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

“Hakim memvonis rata-rata hanya selama 25 bulan atau dua tahun satu bulan,” kata anggota Divisi Hukum dan Montoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Ardila Caesar di kantor ICW, Jakarta, Selasa (18/8).

Ardila mengatakan, pada semester pertama tahun 2014 yang rata-rata vonis untuk pelaku korupsi sekitar dua tahun sembilan bulan, sehingga tahun ini hukuman pidana koruptor semakin ringan dibandingkan dengan tahun lalu. Menurut dia, ringannya hukuman yang diberikan kepada pidana korupsi belum memberikan efek jera bagi koruptor.

Pada semester pertama 2015 ini, sebanyak 163 terdakwa dihukum dalam rentang satu hingga empat tahun dan masuk dalam katagori ringan, sebanyak 12 terdakwa divonis sedang dengan hukuman sekitar empat hingga 10 tahun penjara dan hanya tiga terdakwa yang divonis berat oleh hakim tipikor dengan hukuman diatas 10 tahun.

Tidak hanya itu, terdakwa yang diputus bebas pada tahun ini juga meningkat di mana 35 terdakwa diputus bebas oleh pengadilan tipikor tingkat pertama, sedangkan tiga terdakwa diputus bebas oleh Mahkamah Agung, padahal dibandingkan dengan semester yang sama pada tahun lalu, hanya 20 terdakwa perkara korupsi yang divonis bebas atau lepas.

Anggota ICW lainnya Emerson Yuntho menilai, ringannya putusan tersebut karena rendahnya tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum terhadap terdakwa kasus korupsi.

“Dalam catatan ICW pada tahun ini rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa selaku penuntut umum adalah tiga tahun enam bulan, jika dikaitkan dengan kategori hukuman maka rata-rata tuntutan masuk ke dalam katagori ringan, artinya sejak awal jaksa yang melakukan proses penuntutan sudah meminta kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman yang ringan bagi terdakwa kasus korupsi,” kata dia.

Dia juga mengatakan hakim juga cenderung memberikan vonis 2/3 dari tuntutan yang dituntut oleh penuntut umum. Selain itu, ringannya vonis tersebut juga disebabkan belum adanya panduan penuntutan dan pedoman pemidanaan sehingga putusan hakim sangat subjektifitas.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu