Rencananya untuk berlebaran di kampung halaman di Brebes, Jawa Tengah, kini hanya tinggal mimpi, biaya untuk mudik yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dalam celengan juga ludes terbakar.

“Kalau ada duit lima ribu, sepuluh ribu saya celengin untuk mudik, tapi sekarang udah terbakar,” ujar Naroh dengan suara bergetar, matanya nampak berkaca-kaca.

Ia juga harus mulai menata kembali hidupnya, meski di tengah kesulitan dan masalah ekonomi yang melilit keluarga. Suaminya hanya sopir bajaj yang pendapatannya semakin menipis di tengah persaingan ketat dengan angkutan dalam jaringan atau daring/online.

Di sisi lain, anaknya yang sakit dan tidak mampu berjalan sejak delapan tahun lalu akibat tulang punggung yang patah membutuhkan pengobatan setiap hari.

Matanya menerawang, mengingat uang sekolah Irfan yang tiga bulan belum dibayar, dan hari-hari ke depan yang harus dijalani di tenda pengungsi.

 

(Wisnu)