Jakarta, aktual.com – Pemerintah Indonesia menyatakan kesiapan untuk membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan pesawat dari Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari paket kesepakatan dagang komprehensif yang tengah dirundingkan kedua negara.
Mengutip laporan Bloomberg, Jumat (4/7), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa langkah ini diambil untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS, sekaligus merespons ancaman tarif sebesar 32% yang berpotensi diberlakukan Washington terhadap sejumlah produk Indonesia.
“Tahun lalu, defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia tercatat mencapai US$17,9 miliar. Pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini,” kata Airlangga.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, Indonesia berencana mengimpor sejumlah produk strategis dari AS. Di sektor pertahanan, pemerintah membuka peluang untuk memperluas pengadaan alutsista dari Negeri Paman Sam. “Ini untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik,” ujar Airlangga.
Selain itu, PT Garuda Indonesia disebut sedang menjajaki potensi kerja sama baru, termasuk pembelian pesawat dan layanan perawatan dari perusahaan-perusahaan penerbangan AS.
Langkah pembelian ini dinilai sebagai upaya menghindari tarif tinggi, dengan target agar Indonesia memperoleh perlakuan dagang lebih baik daripada Vietnam yang sebelumnya dikenai tarif sebesar 20%.
Indonesia juga berencana meningkatkan impor gas dan produk pertanian dari AS guna memperkuat ketahanan energi dan pangan dalam negeri. Di sisi regulasi, pemerintah menjanjikan perlakuan yang lebih adil bagi perusahaan-perusahaan asal AS.
Beberapa komitmen tersebut antara lain: Pelonggaran aturan kandungan lokal (TKDN), Penguatan perlindungan hak kekayaan intelektual, Pembukaan akses ke sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) bagi penyedia asal AS.
Di sektor mineral kritis, pemerintah akan memberikan akses prioritas kepada pembeli dari AS, sekaligus memperketat pengawasan kepemilikan asing di rantai pasok. Tujuannya adalah menjamin transparansi dan keamanan pasokan mineral strategis seperti nikel—di mana Indonesia merupakan pemilik cadangan terbesar di dunia.
Langkah ini juga disebut sebagai bagian dari strategi AS untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan logam dari perusahaan yang berafiliasi dengan China.
Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia juga siap menerapkan tarif mendekati nol untuk lebih dari 1.700 komoditas asal AS—sekitar 70% dari total impor dari negara tersebut. Produk-produk yang dimaksud mencakup sektor elektronik, mesin, kimia, kesehatan, baja, pertanian, dan otomotif.
“Pesannya jelas, Indonesia ingin membangun hubungan ekonomi yang seimbang dan berorientasi ke depan, dengan manfaat nyata bagi dunia usaha dan pekerja di kedua negara,” tegas Airlangga.
Meski begitu, pemerintah masih menunggu keputusan final dari Washington sebelum kesepakatan dagang ini benar-benar diimplementasikan.
Sementara itu, dari sisi pasar, nilai tukar rupiah tercatat stabil di level Rp16.180 per dolar AS. Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan sebesar 0,2% pada penutupan perdagangan Jumat (4/7).
Analis Credit Agricole Hong Kong, Jeffrey Zhang, mengatakan pelaku pasar masih mencermati dampak akhir dari kesepakatan tersebut. “Pasar akan melihat hasil akhirnya, terutama untuk membandingkan tarif final antarnegara,” ujarnya.
Kesepakatan dagang ini berpotensi menjadi titik balik penting dalam hubungan ekonomi Indonesia-AS, terutama di tengah ketegangan global dan perlombaan pengaruh di kawasan Indo-Pasifik.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano