Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com – Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola nampaknya tak mau bernasib sama dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam yang terjerat kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Hal ini ditunjukkan dengan mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menyelesaikan beberapa IUP yang tumpang tindih.

“Tujuh yang bermasalah itu mau diselesaikan. IUP itu tumpang tindih (perizinannya),” kata Longki saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Senin (28/11).

Kata Longki, upaya ini dilakukan sebagai bentuk kerja sama dalam mensukseskan program pencegahan korupsi KPK. Menurutnya, tumpang tindih IUP ini jadi salah satu masalah yang konkret.

“Untuk koordinasi supervisi saja di bidang pencegahan. Khususnya mengenai izin-izin usaha pertambangan yang bermasalah di daerah,” jelasnya.

Memang wajar jika kemudian, Gubernur Sulteng ini berupaya untuk menyelesaikan masalah IUP. Pasalnya, beberapa bulan lalu KPK menetapkan Nur Alam selaku tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerbitan IUP.

Gubernur usungan Partai Amanat Nasional (PAN) ini disinyalir melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari 2008-2014, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi.

Dugaannya, ada imbal jasa atau kickback dengan nilai yang cukup besar, yang diterima Nur Alam dalam menerbitkan tiga SK tersebut.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby