jagung dan Kedelai Impor (Foto:ist)
jagung dan Kedelai Impor (Foto:ist)

Jakarta, Aktual.com — Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat untuk mengikuti pertemuan US-ASEAN Summit dalam rangka pembahasan keikutsertaan di Trans Pacific Partnership (TPP) dikhawatirkan kalangan petani.

dsc_1285Pasalnya, jika Indonesia jadi menandatangani perjanjian TPP, maka produk unggulan AS seperti petani dan kedelai akan lebih mudah membanjiri pasar domestik dengan harga yang lebih muran. Sehingga yang ada komoditias milik petani akan kalah bersaing.

“Impor jagung dan kedelai akan terjadi besar-besaran. Sehingga dampaknya akan serius bagi petani lokal. Makanya kami para petani sangat menolak keras bergabungnya Indonesia di TPP,” tegas Koordinator Aliansi Petani Indonesia (API), Loji Nurhadi di Jakarta, Senin (15/2).

API sendiri menjadi bagian dari Masyarakat Indonesia Tolak TPP yang terdiri dari puluhan LSM dengan mengkritisi kebijakan pemerintah Jokowi untuk masuk ke TPP.

Menurut Loji, komoditas jagung dan kedelai di AS sana sangat mendapt perlakuan istimewa dengan segudang subsidi. Mereka mendapat kucuran kredit yang besar dengan jangka pembayaran yang panjang sampai dua tahun. Sehingga dengan segala dispensasi itu, harga komoditas tersebut akan sangat murah.

Obama Meets With President Joko Widodo of Indonesia“Produk itu akan gampang masuk ke Indonesia setelah ada TPP. Tanpa tarif sedikit pun. Produk hasil pertanian petani kita pasti akan kalah bersaing,” keluh Loji.

Sehingga yang ada, petani jagung dan kedelai akan semakin sengsara di tengah benasnya pasar global yang tanpa batas itu.

Apalagi soal varietas tanaman dan paten sangat disorot oleh TPP. Hal ini tentu saja merugikan petani-petani domestik dan akan susah lagi untuk mencapai kedaulatan petani terhadap benih.

“Karena TPP mengharuskan negara anggotanya untuk masuk ke dalam International UPOV (Union for The Protection of New Varieties of Plant) 1991. Konvensi UPOV ini tidak mengakomodasi hak-hak petani atas benih,” tandas Loji.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka