Jakarta, Aktual.com – Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan menetapakan tersangka kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren).
Penetapan tersangka tersebut akan diumumkan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, atas dugaan korupsi yang diduga merugikan negara Rp 86 miliar itu.
“Jampidsus sudah akan segera menetapkan tersangka-tersangkanya,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (27/10).
Hal tersebut dipastikan Prasetyo setelah menerima laparoan secara langsung dari Jampidsus Arminsyah soal perkembangan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom.
“Memang saya sudah mendapat laporan bajwa dari audit BPK ditemukan kerugian negara sekitar Rp 86 miliar,” jelasnya.
Dalam kasus ini lanjut Jaksa Agung dari partai NasDem itu, kejaksaan tidak menangani kasus dugaan pajaknya, namun tetapi kasus dugaan korupsi dengan menggunakan sarana restitusi.
Dia juga memastikan penyidik bakal kembali memeriksa Hary Tanoesoedibjo selaku komisaris PT Mobil 8 Telecom ketika dugaan kasus korupsi ini bergulir.
“Kalau diperlukan akan kita periksa lagi, siapapun kalau dibutuhkan kita periksa,” tutupnya.
Kasus ini ditingkatkan ke penyidikan, dengan diterbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) umum, awal Oktober 2015 lalu. Penyidik juga telah memeriksa dua kali Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) selaku Komisaris PT Mobile 8 Telecom, namun status HT belum ditingkatkan ke tersangka.
Kasus ini berawal sekitar 2007 – 2009 saat Mobile 8 Telecom masih dimiliki Hary Tanoesoedibjo bertransaksi, dengan salah satu distributornya, yakni PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK), dalam bentuk produk komunikasi. Seperti, peralatan HP dan pulsa sebesar Rp80 miliar.
Guna kelengkapan administrasi, Mobile 8 mentransfer uang Rp80 miliar ke rekening PT DNK. Uang itu ditransfer, Desember 2007 dalam dua tahap, Rp50 M dan Rp30 M.
Uang itu mengesankan PT DNK mempunya modal untuk pembelian sehingga menciptakan kesan terjadi transaksi perdagangan antar keduanya.
Lalu, Mobile 8 membuat invoice atau faktur fiktif, yang seakan akan terdapat pemesanan barang dari PT DNK. Padahal, dalam praktiknya PT DNK berbasis di Surabaya tak pernah menerima barang dari Mobile 8, seperti diakui oleh Direktur DNK Eliana Djaya, dalam pemeriksaan oleh Kejagung.
Pertengahan 2008, PT DNK lagi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai Rp114. 986. 400. 000. Senyatanya, PT DNK tak pernah bertransaksi ataupun menerima barang tersebut.
Atas faktur-faktur fiktif yang diterbitkan oleh Mobile 8, lalu digunakan untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada Kantor KPP Perusahaan Masuk Bursa Jakarta
2009.
Mobile menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10. 748. 156. 345 yang seharusnya Mobile 8 tidak berhak menerima kelebihan pembayaran itu sehingga negara dirugikan.[Fadlan Syam Butho]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid