Jakarta, Aktual.com – Kepolisian berhasil mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menggelapkan perdagangan ginjal internasional. Para pelaku menggunakan jejaring media sosial Facebook sebagai sarana untuk menjaring para korban yang berniat menjual ginjalnya secara sukarela.
Hanim, salah satu tersangka dalam kasus ini, mengungkapkan modus operandi sindikat tersebut kepada awak media pada Jumat (21/7/2023). Ia menjelaskan bahwa broker dari sindikat TPPO mencari calon pendonor lewat grup Facebook yang telah dibuat khusus untuk tujuan ini. Grup-grup tersebut, antara lain “Forum Donor Ginjal Indonesia” dan “Donor Ginjal Luar Negeri,” menjadi ajang pemasaran bagi para pelaku.
Dalam grup-grup tersebut, sang broker memposting konten yang berisi permintaan “Dibutuhkan donor ginjal” dengan berbagai syarat untuk menarik minat para calon penderma. Dengan sadar, para penderma kemudian mengirimkan pesan dan mengekspresikan ketertarikan mereka untuk mendonorkan ginjal melalui sindikat ini.
Sindikat ini diketahui telah beroperasi secara internasional, dan Hanim adalah koordinator atau pengendali kegiatan jual beli ginjal dari Indonesia di Kamboja. Perannya tidak hanya memfasilitasi transaksi jual beli, tetapi juga mengatur pembiayaan akomodasi dan operasional bagi calon penderma ginjal. Hanim juga bertanggung jawab dalam menyalurkan uang hasil penjualan ginjal korban dari rumah sakit dan memberikan kompensasi kepada para korban.
Kepolisian telah berhasil menangkap total 12 orang tersangka dalam kasus ini. Dari mereka, 10 orang merupakan bagian dari sindikat, di mana sembilan di antaranya adalah mantan pendonor. Hanim, yang bertindak sebagai koordinator, menghubungkan Indonesia dan Kamboja dalam kegiatan ilegal ini. Selain Hanim, ada juga koordinator dari pihak Indonesia yang diketahui bernama Septian, serta pelaku yang berperan menghubungkan Kamboja dengan rumah sakit dan menjemput calon pendonor.
Menariknya, pelaku juga berusaha menyembunyikan jejak digital mereka dengan melibatkan seorang anggota Polri berinisial Aipda M dan seorang petugas imigrasi. Aipda M bertanggung jawab untuk mencegah dan merintangi proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan. Ia menggunakan berbagai trik untuk menghindari pengejaran dari pihak kepolisian, seperti membuang ponsel dan berpindah-pindah tempat.
Kasus ini menyoroti pentingnya peran teknologi dan jejak digital dalam mengungkap sindikat kejahatan internasional. Media sosial yang menjadi sarana bagi sindikat TPPO ternyata juga menjadi alat bagi pihak berwenang untuk menyelidiki dan mengungkap kejahatan mereka. Keberhasilan polisi dalam mengungkap sindikat ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dan upaya bersama untuk memerangi perdagangan gelap organ manusia yang kejam dan tidak manusiawi.
Perdagangan gelap organ manusia merupakan kejahatan serius yang merampas hak asasi manusia dan harus diberantas dengan tegas. Semoga kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial, serta mengingatkan pihak berwenang untuk terus mengembangkan teknologi dan strategi pencegahan kejahatan yang lebih efektif.
Artikel ini ditulis oleh:
Rohadi M Raja