Puluhan Relawan ForBali cabang Jakarta melakukan aksi kampanye Tolak Reklamasi Teluk Benoa di Car Free Day, Bunderan HI, Jakarta, Minggu (5/6/2016). Dalam aksinya Relawan ForBali cabang Jakarta mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tentang wilayah konservasi yang diubah menjadi lahan komersial.

Bali, Aktual.com — Kehadiran Presiden Joko Widodo pada pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke XXXVIII dinodai oleh tindakan represif aparat terhadap warga yang hendak ingin menonton. Tidak hanya ada pengusiran, tetapi juga terjadi aksi pemukulan terhadap dua aktivis lingkungan saat acara berlangsung di Lapangan Niti Mandala Renon, Sabtu 11 Juni 2016.

Warga yang mendapat intimidasi adalah mereka yang memakai baju Bali Tolak Reklamasi ke lokasi, di mana Presiden Jokowi tengah berpidato. Salah seorang yang mendapat intimidasi adalah Endra Dinatha. Langkahnya dihentikan aparat untuk masuk ke arena lebih jauh lantaran ia memakai kaos Bali Tolak Reklamasi.

“Tiba-tiba aparat menghentikan saya dan melarang saya masuk ke dalam untuk melihat pertunjukan karena saya memakai kaos tolak reklamasi,” kata Endra, Sabtu (11/6).

Hal sama juga dialami oleh Agus Saskara. Aparat yang mengenakan baju bertuliskan Turn Back Crime itu memaksa Agus membuka jaket. Lantaran Agus menggunakan pakaian Desa Pekraman Denpasar Tolak Reklamasi, kemudian ia diminta kembali ke rumah untuk mengganti bajunya. “Kalau sudah ganti baju, baru saya boleh menonton,” ceritanya.

“Saya sangat menyesalkan tindakan aparat tersebut. Masak gara-gara baju saja, saya dilarang menonton,” tambah Agus. Tak hanya sekadar mengusir, bahkan aksi pemukulan pun menimpa aktivis ForBALI. Mereka di antaranya Wayan Adi Sumiarta, Pengacara Publik dan Suriadi Darmoko, Direktur Eksekutif WALHI Bali.

Suriadi menceritakan, usai berdebat dengan pria yang diduga seorang aparat, tiba-tiba terjadi aksi saling dorong mendorong. Saat itulah rahangnya dipukul. “Awalnya kami didorong-dorong. Ketika saya berusaha menghindar agar tidak terjatuh akibat dorongan itu, tiba-tiba rahang kanan saya dipukul hingga saya jatuh tersungkur,” ujarnya.

Suriadi mengaku sempat mempertanyakan alasan larangan menggunakan kaos Bali Tolak Reklamasi. Mengingat, menurutnya, tidak ada alasan yang jelas larangan menggunakan kaos tersebut. Karena itu, ia pun tetap bertahan dengan argumennya. “Kenapa saya menduga yang memukul saya adalah aparat berpakaian preman, karena mereka selalu mengatakan atas perintah atasan setiap melarang kita menggunakan baju tolak reklamasi,” tuturnya.

Suriadi mengalami pukulan di bagian rahang kanannya, sedangkan Adi Sumiarta mengalami pukulan sebanyak 3 kali dari belakang di bagian tengkuk kirinya. “Saya tidak melihat wajahnya. Tapi dari video dan foto yang tersebar, polisi setidaknya bisa mengetahuinya,” ujar Adi saat ditemui.

Sementara itu, Wayan Gendo Suardana selaku Koordinator ForBALI menyesali tindakan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga yang ingin menonton PKB kemarin. “Ini kejadian paling lucu tahun 2016. Penguasa ketakutan dengan baliho dan kaos tolak reklamasi,” tuturnya.

Gendo sendiri termasuk orang yang diminta untuk mengganti baju jika ingin menyaksikan pawai PKB. “Padahal ini kan pesta rakyat, nggak ada pengumuman apa pun terkait ketentuan berpakaian. Ini kaos biasa saja. Parahnya dan saking parno-nya, aktivis dipukuli sampai tersungkur,” demikian Gendo.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid