Ilustrasi Sengketa Lahan (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Tiga orang yang tengah duduk bersama itu seketika berdiri ketika ditemui wartawan. Senyum mengembang dari bibir ketiganya sebagai bentuk keramahan.

Ketiganya tak lagi dapat dikatakan muda, namun masih tampak sigap dan bugar untuk seusianya.

“Saya matikan rokok saja ya,” ucap Edwin Tupamahu, salah satu di antara ketiga orang yang ditemui Aktual di Jakarta pada beberapa waktu lalu.

Berbarengan dengan dimatikannya putung rokok miliknya, senyum yang mengembang di bibir Edwin pun hilang seketika.

Atmosfer keramahan yang ditampakkan wajahnya saat menyapa, seketika berubah menjadi rona kemarahan.

“Kita ini korban mafia tanah,” kata Edwin dengan tatapan tajam.

Ia pun mengisahkan tentang tanah miliknya di kawasan Bintaro, Tangerang, yang telah dirampas oleh para mafia tanah yang berjubah pengembang properti belasan tahun silam. Area tanah yang dicaplok pun cukup luas, mencapai 5.000 meter persegi atau setengah hektar.

Dari pengakuan Edwin, ada ratusan orang yang tanahnya dicaplok oleh mafia tanah di kawasan Bintaro. Ratusan orang yang menjadi korban ini memiliki ragam tanggapan ketika adanya sadar tanahnya dicaplok, mulai dari sakit keras karena terkejut, melawan dan memperjuangkan tanahnya, hingga meninggal dunia.

Saat ini, puluhan hektar tanah yang diserobot ini telah menjadi wilayah Bintaro Exchange Mall dan sejumlah kluster mewah di kawasan Bintaro.

“Tanah enggak pernah dibeli, mereka hanya beli orang. Orang-orang yang berkaitan dengan masalah tanah, mulai dari RT, RW, lurah dan camat, sampai ke atasnya,” jelas Edwin.

Aparatur Sipil Negara (ASN) pun terlibat dalam proses penyerobotan tanah dan penggusuran yang berlangsung selama bertahun-tahun.

“Korban itu capai ratusan orang Sementara, tanah saya itu hanya setengah hektar saja,” tandas Edwin dengan geram.

 

Bersambung ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan