Denpasar, Aktual.co —Aksi kekerasan yang dilakukan polisi terhadap empat jurnalis saat membubarkan demo rusuh di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) disikapi serius oleh jurnalis di Bali.

Bahkan, Aji Denpasar mengutuk keras kekerasan aparat kepolisian saat membubarkan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM tersebut.

Ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Denpasar, Rofiqi Hasan mengutuk keras aksi tak terpuji itu. Baginya, tindakan kepolisian keliru besar, mengingat mereka semestinya menjadi pelindung jurnalis, bukan sebaliknya. Apalagi, dalam bekerja jurnalis dilindungi oleh UU dan mewakili publik secara luas.

“Jurnalis itu bukan untuk dipukuli. Jurnalis itu memberikan informasi ke publik,” tandas Rofiqi, Jumat (14/11).

Rofiqi menuntut agar Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolres Makasar dicopot karena dianggap bertanggungjawab atas peristiwa itu.

Senada dengan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Putu Setiawan sangat menyayangkan kasus ini. Menurutnya kekerasan tidak perlu terjadi. Apalagi terhadap wartawan yang sedang bertugas.

“Harus dicari tahu pelaku kekerasan serta alasanya. Dan harus diproses sesuai prosedur,” paparnya.

Pria yang akrab dipanggil Wawan ini juga meminta semua pihak instropeksi dan tidak saling menyalahkan.

Saifullah, kontributor Metro TV Bali mengatakan segala tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak benar. Ia juga meminta tindakan represif polisi juga harus ditindak tegas.

“Segala bentuk kekerasan harus ditindak, siapapun pelakunya. Ini bukan persoalan kontributor (wartawan) Metro TV. Tapi ini soal jurnalis,” pungkasnya.

Seperti diketahui, polisi mengamuk saat membubarkan aksi BBM yang dilakukan oleh mahasiswa UNM. Dengan membabi buta polisi juga merusak fasilitas kampus. Dalam kerusuhan itu empat orang jurnalis menjadi korban kekerasan aparat kepolisian. Mereka di antaranya Waldy dari Metro TV, Iqbal (Fotografer Koran Tempo), Asep Iksan (Koran Rakyat Sulsel) dan Arman (MNC TV).

Artikel ini ditulis oleh: