Di hapadan seluruh Kepala Daerah, Presiden Joko Widodo mengingatkan agar pemimpin tidak hanya duduk manis di kantor dan menjaga inflasi tetap rendah dan stabil. Jokowi meminta kepala daerah bisa bertindak lebih cepat menangani inflasi.

“Jangan nggak ngerti inflasi sudah tinggi, duduk manis di kantor. Percuma pertumbuhan ekonomi 5%, inflasi tinggi, tekor rakyat,” kata Jokowi saat membuka Rakornas Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 2018 di Jakarta, Kamis (26/7).

Jokowi menyebut inflasi selama empat tahun belakangan semakin membaik. Sebab dalam 3-4 tahun terakhir ini sejak tahun 2015, angka inflasi Indonesia selalu berada di bawah angka 4%.

Pada tahun 2015, angka inflasi Indonesia berada di 3,35%, kemudian pada tahun 2016 ada di 3,02%. Selanjutnya pada tahun 2017 ada di 3,61%, dan 3,1% pada semester I-2018.

Menurut Jokowi, kinerja seperti itu harus dipertahankan. Sebab jika terus dipertahankan, bukan tidak mungkin angka inflasi Indonesia bisa sama dengan negara-negara maju yakni 1%.

Jokowi meminta kinerja seperti itu harus dipertahankan agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi dan inflasi lebih rendah lagi. Sebab jika terus dipertahankan, bukan tidak mungkin angka inflasi Indonesia bisa sama dengan negara-negara maju yakni 1%. Hal itu agar ada gap yang cukup jauh antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sehingga dampak positifnya ke masyarakat lebih terasa.

“Yang baik itu pertumbuhan ekonomi 7, inflasi 2, Pertumbuhan 6 inflasi 1,5, baru itu dapat rakyat merasakan. Sekarang pertumbuhan ekonomi baru 5,1, inflasi 3,6 masih ada gap yang bisa dinikmati,” sebutnya.

Jokowi meminta pemerintah daerah untuk memberikan perhatian khusus kepada masuknya investor, khususnya yang berorientasi ekspor. Sebab, dengan kinerja ekspor yang kuat, Indonesia tidak perlu lagi khawatir akan gejolak yang terjadi pada perekonomian global.

Jokowi mengungkapkan, salah satu hal yang menjadi masalah besar saat ini yaitu ketidakpastian ekonomi global. Ini perlu diwaspadai karena juga berdampak pada perekonomian Indonesia.

“Problem besar kita yang kita hadapi sekarang ini. Ketidakpastian ekonomi global sulit diprediksi sulit dikalkulasi karena kebijakan-kebijakan sekarang ini memang pada posisi transisi yang menuju kepada norma yang baru. Ini masa transisi. Oleh sebab itu persiapan antisipasi itu betul-betul harus terus kita lakukan dalam merespons setiap perubahan-perubahan yang ada,” ujar dia.

Dalam menghadapi gejolak ekonomi global ini, lanjut dia, neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan Indonesia harus lebih kuat. Dengan demikian meski kondisi global penuh ketidakpastian, namun tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

“Kalau kita sudah surplus neraca perdagangan kita, mau ada gejolak apa kita bisa kipas-kipas. Defisit transaksi berjalan kita sudah surplus ya sudah kita kipas-kipas. Pertama saya titip itu investasi yang orientasi ekspor yang kedua investasi yang berkaitan dengan substitusi barang impor buka lebar-lebar,” kata dia.

BI: Inflasi Terkendali, Ekonomi RI Tumbuh 5,2% Tahun ini

(Halaman Selanjutnya…)