Ia menilai, kasus Novel bukan hanya pidana biasa namun merupakan bukti pelanggaran hak asasi manusia. Dan tindak pidana pelanggaran HAM justru kerap terjadi dalam masa kepemimpinan Jokowi.

“Di era pemerintahan Joko Widodo ini banyak pelanggaran hak asasi manusia mulai dari intimidasi, persekusi, dan kriminalisasi termasuk kasus Novel Baswedan,” kata dia.

Pernyataan Ferry pun ditimpali Ketua DPP Gerindra Sodik Mudjahid. Ia membandingkan penanganan kasus Novel Baswedan dengan sikap kepolisian saat mengungkapkan kasus hoaks Ratna Sarumpaet.

“Ini salah satu keajaiban dunia. Terorisme dan kasus lain, termasuk terakhir kasus Ratna, bisa diungkapkan sangat cepat,” kata Sodik.

Pihak Istana melalui Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menilai justru tidak semestinya semua persoalan dituntut ke Presiden Joko Widodo.

“Jangan semua ke Presiden. Kan masing-masing punya otoritas yang mesti diberesin di lingkungan kerjanya,” ungkap Moeldoko usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat 2 November 2018.

Meski mengakui kalau kasus Novel masuk ranah HAM, namun Moeldoko lantas menyerahkan tanggung jawab tersebut ke Polri.

Selain itu ia menilai jika kasus Novel yang tak kunjung selesai bisa menjadi senjata bagi pihak oposisi.

“Kalau masih dalam batas kemampuan ya mesti diserahkan pada teknis (Polri), kalau di luar batas kemampuan ya negara ambil atau Presiden ambil. Itu aja rumusnya,” ungkap Moeldoko.

Sejauh ini, Moeldoko mengaku belum mendapatkan laporan perkembangan penyelidikan kasus Novel dari Polri. Namun, Moeldoko menampik ada anggapan kasus tersebut sengaja tak diselesaikan. Ia yakin Polri telah melaksanakan penanganan secara maksimal.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby