Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung memanggil mantan Komisaris PT Mobile8 Telecom, Djoko Leksono untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009.

“Selain Djoko Leksono, penyidik memanggil saksi lainnya, yaitu Darma Putrawati selaku Direktur Investama PT Bhakti Investama,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Senin (14/3).

Kejagung mensinyalir PT Mobile8 Telecom memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi, di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya, yakni PT Djaja Nusantara Komunikasi senilai Rp 80 miliar.

PT DNK, dalam ini tidak sanggup membayar pembelian barang produk komunikasi senilai Rp 80 miliar kepada PT Mobile8 Telecom selama tahun 2007-2009 itu.

Indikasi tersebut kian menguat dengan adanya keterangan Direktur PT DNK Eliana Djaya, bahwa traksaksi senilai Rp 80 milyar tersebut merupakan hasil manipulasi untuk menyiasati seolah-olah ada transaksi sejumlah itu.

“Sesuai keterangan Eliana Djaya, bahwa transaksi perdagangan tersebut hanyalah seolah-olah ada. Dan untuk kelengkapan administrasi, pihak Mobile8 Telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp 80 milyar ke rekening PT Djaja Nusantara Komunikasi,” kata Jaksa Agung M Prasetyo beberapa waktu lalu.

Pada Desember 2007, PT Mobile8 Telecom dua kali mentransfer dana, masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar. Untuk menyiasati agar seolah-olah terjadi jual-beli, maka dibuat invoice atau faktur yang sebelumnya dibuat purchase order.

“Jadi seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya, PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.”

Setahun kemudian, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile8 Telecom yang total nilainya Rp 114.986.400.000. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan pembelian dan pembayaran, serta menerima barang.

“Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada KPP Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.”

Atas ajuan tersebut, pada tahun 2009, PT Mobile8 Telecom menerima pembayaran restitusi pajak sejumlah Rp 10.748.156.345. Seharusnya, PT Mobile8 Telecom tidak berhak mendapatkan uang sejumlah Rp 10,7 milyar lebih karena tidak pernah ada jual-beli barang.

Karena KPP Surabaya mengabulkan permohonan kelebihan pajak atas dasar transaksi jual-beli fiktit PT Mobile 8 Telecom yang saat itu dimiliki Harry Tanoesoedibjo, menyebabkan negara mengalami kerugian sekitar Rp 10 miliar.

“Tidak menutup kemungkinan, kerugian bertambah karena ini baru temuan awal.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu