Keterangan Inalum
Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan memang pembiayaan divestasi tersebut dilakukan oleh pinjaman sindikasi perbankan terdiri dari 11 bank asing, namun dia tidak bersedia membuka perbankan dari negara mana saja. “Kami tak bisa kasih tahu nama banknya sampai transaksinya selesai,” kata Budi.
Kemudian menyangkut administrasi izin antitrust (komisi pengawasan usaha) dari China, budi mengakui hal ini agak menjadi kendala dan menyita waktu, tapi hal itu lazim mengingat Freeport mengekspor tembaga ke China dalam jumlah besar, tentunya pihak China melakukan pengaturan untuk menjaga kesehatan pasar.
“Yang kemungkinan agak lama ini adalah izin antitrust dari China. Karena Freeport kan jual ke China banyak. Jadi mereka kontrol nggak mau entitas barunya terlalu dominan untuk ekspor barang ke China, kalau terlalu besar, kan takutnya harganya bisa dikontrol,” ujarnya.
Lalu terkait kewenangan manajemen dan operator, Budi berdalih bahwa Inalum akan bersama-sama dengan Freeport-McMoran untuk menjalankan manajemen dan operasi di PTFI. Menurut Budi, hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk menjaga keberlanjutan dan kinerja produksi.
“Jadi artinya, kita mau jalanin ini bersama-sama, karena penting buat Inalum dan dia (Freeport) operasinya berjalan dengan mulus. Dimana di tahun 2019 sampai 2020 mungkin produksinya akan turun karena habisnya yang tambang terbuka,” kata Budi.
Jika Inalum memaksakan tutur Budi, dikhawatirkan alih kelola tidak berjalan dengan mulus dan praktis menjadi kerugian bagi perusahaan. Artinya, kendati Inalum nantinya pasca divestasi memiliki saham sebesar 51,23%, namun posisi dan pengaturan manajemen akan dipilih bersama.
“Milih dan kendalinya bareng-bareng, sebenarnya udah jelas dari pemegang sahamnya kan kita lebih (besar), cuman dalam pengambilan keputusan kan kita ajak, jadi kaya suami istri lah,”pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta