Jakarta, Aktual.com — Rasulullah SAW merupakan sosok ayah inspiratif dalam mendidik anak-anaknya. Baginda Nabi Muhammad SAW senantiasa menghadirkan suasana keluarga harmonis, dan penuh cinta kasih. Tak seperti tradisi bangsa Arab pada umumnya di masa itu yang berperilaku kasar serta tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

Sungguh ironis, di zaman Nabi masyarakat Arab justru lebih mengedepankan kharisma. Bagi masyarakat Arab, seorang pria tidak boleh menunjukkan kasih sayang secara terbuka kepada buah hatinya.

Namun demikian, Rasulullah SAW justru tidak segan mencium putra-puterinya. Kemudian, membuat masyarakat Arab di sekitarnya heran. Aqra’ bin Habis, pemuka Bani Tamim mengaku, “Demi Allah SWT, aku mempunyai 10 orang anak, tetapi tak satu pun kuciumi di antara mereka.”

Selanjutnya, Rasulullah SAW memandangnya dan mengatakan, bahwa “Barang siapa yang tidak mengasihi, ia tidak akan dikasihi.”

Walaupun Rasulullah SAW begitu menyayangi anaknya, tidak berarti Nabi Muhammad SAW bersikap ‘lunak’ menyangkut urusan agama. Bagi Beliau, usia dini bukan menjadi hambatan untuk memperkenalkan agama kepada buah hati tersebut.

Suatu ketika, Rasulullah SAW sedang membagi-bagikan kurma sedekah, tiba-tiba Hasan mendekat lalu memungut sebutir kurma dan menyuapnya. Dengan cepat, Nabi Muhammad SAW menahan Hasan dan mengambil kurma dari kedua rahangnya.
“Apa kamu tidak tahu kita ini ahlul bait yang tidak halal makan sedekah?” demikian kata Nabi kepada bocah tersebut.

Tak hanya itu, Beliau juga memiliki ketegasan serta bersikap sangat adil kepada anak-anaknya. Sikap ini juga berlaku kepada Fatimah, putri tercintanya.

“Demi Allah SWT, seandainya Fatimah binti Muhammad melakukan pencurian, niscaya kupotong tangannya,” tegas Baginda Nabi.

Hal itu membuat ‘si gadis kecil’ menangis terisak sambil membersihkan kotoran unta di punggung ayahnya. Dikisahkan oleh Abdullah bin Masud, ketika itu Rasulullah sedang salat di dekat Kabah. Lalu, Abu Jahal bersama temannya duduk di sana.

Salah satu di antara mereka mengatakan, “Siapa di antara kalian yang mau mengambil kotoran hewan sembelihan milik Bani Fulan untuk diletakkan di punggung Muhammad SAW saat sujud?.”

Uqbah bin Abu Mu’ith, orang paling celaka di antara mereka, bangkit untuk melakukan ide tersebut. Ia kembali membawa kotoran hewan dan menunggu. Ketika Rasulullah SAW bersujud, musuh Islam itu meletakkan kotoran itu di pundak Nabi. Kaum Quraisy tertawa terbahak-bahak melihatnya.

Mengetahui peristiwa sedih tersebut membuat Fatimah Az Zahra yang masih kecil pun menangis. Ia kemudian menghampiri sang ayah dan membersihkan kotoran dari punggungnya.

Selanjutnya, barulah Rasulullah SAW bangkit dari sujudnya. Kedewasaan dan rasa sayang Fatimah terhadap ayahnya ini membuat dirinya dijuluki “Ummu Abiha”.

Setelah kepergian Khadijah, Fatimah kemudian membantu Rasulullah SAW melakukan pekerjaan di rumah, mengurus ayahnya dan mencurahkan segenap kasih sayang kepada Nabi. Hal tersebut menunjukkan bahwa begitu eratnya hubungan antara ayah dan anak yang ditunjukkan oleh keduanya.

Artikel ini ditulis oleh: