Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (kanan) berbincang dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Budi Waseso (kiri) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/3). Rapat tersebut membahas soal pencucian uang dan penggelapan pajak. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil menyambut baik dan mengapresiasi kehadiran Kapolri Jenderal Badrodin Haiti ke Aceh, dalam rangka perang melawan narkoba di wilayah serambi Mekah tersebut.

“Kedatangan Kapolri ke Aceh dapat diartikan bahwa negara tidak boleh kalah dengan sindikat narkoba,” kata Anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil di Jakarta, Kamis (31/3) malam.

Nasir Djamil bertemu Kapolri Jenderal Badrodin Haiti Badrodin Haiti di Bandara Sultan Iskandar Muda. Kapolri Badrodin didampingi Kadiv Humas Polri dan Kabareskrim beserta jajaran kepolisian lainnya.

Kedatangan Kapolri dalam rangka pelaksanaan Operasi Berantas Sindikat Narkoba dan juga dengan datangnya Kapolri Badrodin Haiti ke Aceh untuk melakukan pembakaran lahan ganja di Desa Lamteuba, Seulimeum, kabupaten Aceh Besar pada Jumat (1/4) besok.

Menurut Wakil Rakyat daerah pemilihan asal Aceh ini, adanya keseriusan Polri harus diikuti konsistensi dan kerja keras pemerintah daerah agar program ini tetap berlangsung.

“Pemerintah daerah harus berupaya agar mengubah perilaku masyarakat di sekitar ladang ganja sehingga mereka tidak menanam ganja lagi.”

Nasir, mengakui upaya tersebut akan membutuhkan waktu lama sampai benar-benar masyarakat sadar dan mengubah kultur atau perilakunya untuk menanam ganja kembali.

Nasir Djamil memaparkan inkonsistensi Pemda dalam upaya memberantas narkoba termasuk merubah kultur atau perilaku masyarakatnya di sekitar ladang ganja yang pernah terjadi di Lamteuba, Aceh beberapa tahun lalu.

Saat itu, kata Nasir Djamil ada satu yayasan dari Thailand dimana yayasan tersebut dibawah naungan Raja Thailand bekerja sama dengan yayasan di Aceh untuk mengubah penanaman ganja dengan tanaman Palawija. Sayangnya, kerja sama itu hanya bertahan satu tahun.

“Yayasan di Aceh dipimpin oleh istri gubernur, setelah gubernur berganti maka kerja sama itu tidak berlanjut. Makanya ke depannya perlu dibentuk sebuah yayasan milik pemerintah Aceh agar bisa menindaklanjuti kerja sama dengan pihak luar sekalipun berganti pemimpin daerah. Lalu kerja sama itu tidak hanya dilakukan untuk di Lamteubah saja.”

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu