Yogyakarta, Aktual.com – Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta jadi pemicu konflik pertanahan antara masyarakat dengan Keraton dan Kadipaten. Namun saat ini belum juga ada yang menggugat.

Hal itu membuat heran Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi. Padahal menurut dia keberadaan UU tersebut rancu. “Saya nggak tahu kenapa UUK ini nggak digugat saja ya ke MK?” ujar Dianto, di Yogyakarta, beberapa hari lalu.

Salah satu yang jadi pemicu konflik, menurut dia, adalah keberadaan Pasal 43 UU No 13/2012. Di situ diatur kewenangan Sultan serta Pakualaman lakukan inventarisasi dan identifikasi tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Termasuk seluruh kekayaan yang diklaim sebagai warisan budaya bangsa.

Dianto memandang, sudah banyak sekali pertimbangan dari ahli-ahli hukum di provinsi Yogyakarta, termasuk dari kampus-kampus ternama yang sesungguhnya bisa memberi sumbang pemikiran terkait pasal-pasal mana saja yang tepat diuji-materikan ke Mahkamah Konstitusi.

“Saya ingatkan putusan-putusan di MK juga tidak selalu sesuai dengan azas keadilan hukum, tetap saja dipengaruhi kepentingan-kepentingan politik. Jadi ya saya kembalikan kepada warga Yogya,” tandas Dianto.

Kekhawatiran serupa disampaikan pakar pemerintahan dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Ni’matul Huda. Mantan calon hakim MK ini turut mengiyakan bahwa ketika masyarakat Yogya mengajukan uji materi, peluang untuk menang belum tentu besar.

“Contohnya kasus Surakarta, ada intervensi dari pihak Istana ke MK agar tidak mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan,” ungkap Ni’matul.

Dia menjelaskan, ketika Surakarta meminta kembali keistimewaannya sebagai sebuah wilayah Karesidenan dan Pemprov Jateng telah mempersilakan, MK tetap menolak permohonan pihak Surakarta dengan dalih pemohon tidak memiliki legal standing. Kasus lainnya adalah Biem Benyamin yang ditolak gugatannya terhadap UU DKI karena mengatur jabatan Walikota dan Bupati ditunjuk tanpa melalui proses Pilkada.

Kendati demikian, jika gugatan tetap diajukan, maka harus diperjelas lebih dulu pasal mana saja terkait pelanggaran hak dalam Undang-undang Dasar yang akan dijadikan acuan dalam uji materi. Seperti halnya M Sholeh yang mengajukan gugatan UUK terkait poin penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY ke MK beberapa waktu lalu.

“Harus jelas dulu ketentuan UUD mana saja yang dilanggar dengan hadirnya UUK ini, khususnya karena Pasal 32 dan 33 (UUK) tentang Badan Hukum Warisan Budaya, karena Badan Hukum ini menjadikan Keraton dan Kadipaten sebagai subjek hukum yang boleh punya tanah,” papar Ni’matul.

Sementara itu, Yogi Zul Fadhli dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, menjelaskan Pasal-Pasal dalam UUD yang dapat digunakan sebagai acuan uji materi UUK di antaranya Pasal 33 ayat 3 yang mengatur perihal bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dugunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

“Kalau mau lebih eksplisit lagi ya Pasal 28 H ayat 4, setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan itu nggak boleh diambil sewenang-wenang. Milik pribadi itu salah satunya ya hak milik atas tanah,”

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis