Meskipun pertarungan politik masih tiga tahun lagi, namun angin konstelasi persaingan Calon Presiden RI sudah mulai memanas. Pemilik partai politik nampaknya tak rela jika kepala daerah yang tengah naik daun saat ini lebih populer dari pada Ketua Partai.

Contoh yang dapat kita lihat dalam 2 hari terakhir ini, bagaimana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang notabene adalah kader tulen PDI Perjuangan, mulai dimatikan kesempatannya untuk bersaing dalam persaingan Capres.

Setelah Ganjar Pranowo yang telah 2 periode menjadi Gubernur Jawa Tengah, tak menutup kemungkinan gubernur-gubernur di tanah pulau Jawa yang tengah naik elektabilitasnya akan mengalami hal yang sama. Sebut saja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Karena 3 Gubernur pulau Jawa yang tengah melejit elektabilitas dan popularitas dan digadang-gadang akan menjadi Capres-cawapres ini bukanlah Ketua Umum partai politik yang saat ini bercokol di Senayan, sebagaimana yang kita ketahui sistem pencalonan presiden hanya boleh dilakukan oleh Partai Politik.

PDIP sebagai pewaris trah Soekarno lewat Puan Maharani karena seiring mulai tuanya usia Megawati Soekarnoputri tak ingin lagi mengusung Capres-Cawapres yang bukan dari trah Soekarno. Makanya jauh-jauh hari, sebelum Ganjar Pranowo semakin melejit popularitasnya, sudah dimatikan sejak awal.

PDIP nampaknya tak ingin mengulangi melejitnya elektabilitas Jokowi secara pesat, yang tak pernah diperhitungkan pada Pilpres 2009, tiba-tiba jelang Pilgub DKI 2012 naik daun dan terus merangkak naik hingga menjadi Capres 2014 dan menjadi pemenang.

Bahkan Prabowo Subianto yang sudah disiapkan menjadi Capres yang diusung Gerindra sesuai kesepakatan Batu Tulis jelang Pilpres 2009 dengan Megawati Soekarnoputri saja, terpaksa perjanjian tersebut dikhianati oleh PDIP karena sangking rakyat menginginkan agar Jokowi bisa menjadi Presiden RI setelah masa jabatan SBY berakhir.

Partai Gerindra pun nampaknya pada 2024 tak menginginkan Capres lain selain Prabowo Subianto. Meskipun mantan Danjen Kopassus ini telah gagal dalam 2 kali Pilpres. Apalagi dalam hasil survei elektabilitas Ketum Parpol yang akan menjadi Capres 2024, Prabowo Subianto masih tertinggi disusul kemudian Megawati Soekarnoputri dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Partai Demokrat juga sudah menyiapkan putra mahkota SBY yakni AHY untuk menjadi Calon Presiden RI pada Pemilu 2024. Sehingga berat pula kesempatan tokoh lain untuk bersaing diusung oleh partai berlambang bintang mercy ini.

Partai Golkar meskipun belum kelihatan siapa tokoh partai yang diusung, tetapi para kadernya sudah mengarahkan agar Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagi Capres. Karena sangking banyaknya tokoh-tokoh partai ini berpeluang, sehingga menjadikan partai ini tak pernah fokus pada satu tokoh yang dipersiapkan untuk menjadi Calon Presiden.

Partai Nasdem mejadi satu-satunya partai nasionalis yang belum menentukan siapa Capres yang diusung. Partai yang didirikan dan diketuai Surya Paloh ini nampaknya masih pada posisi wait and see dalam persaingan Politik ini. Belum kelihatan apakah akan mengusung Ketum sendiri ataukah dari luar partai. Partai Nasdem ini akan menjadi kuda hitam yang mungkin akan dimanfaatkan oleh Anies Baswedan ataupun Ridwan Kamil jika partai-partai berhaluan Nasionalis lainnya sudah memiliki Capres masing-masing.

Partai-partai berhaluan Islam seperti PKB, PAN, PKS, PPP juga akan menjadi penentu peta konstelasi persaingan Calon Presiden 2024. Karena sejak Pemilu pertama 1955, ceruk suara dari basis Islam jika diakumulasikan selalu bisa menembus di atas 20%. Tinggal bagaimana kekompakan partai-partai ini, apakah mau jalan sendiri-sendiri ataukah bergantung membentuk koalisi untuk mendapatkan posisi tawar dalam menentukan pasangan Capres-cawapres.

Bagaimana dengan nasib partai-partai baru seperti Partai Gelora, Partai Ummat atau partai-partai lama yang gagal masuk Parlemen seperti PBB, PKPI, Partai Hanura, Partai Perindo? Jangankan untuk diperhitungkan dalam menentukan konstelasi, nampaknya partai-partai ini masih perlu fokus untuk bagaimana lolos verifikasi faktual dan mencapai Parlemtary Threshold.

Bagaimanapun Pemilu 2024 akan berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Karena pada 2024 nanti semua pemilihan baik Pileg, Pilpres, dan Pilkada akan dilakukan secara bersamaan. Sehingga persaingan sengit di semua pemilihan pasti akan terjadi. Rakyat Indonesia akan disuguhkan pertarungan antar kandidat dalam beberapa bulan ke depan. Mungkin saja praktik injek kanan-kiri, depan-belakang akan kita temukan.

Bisnis Vaksin, Dana Bansos adalah contoh saat ini dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk mesin politik. TWK kepada 75 pegawai KPK, Bocornya 279 juta data penduduk lewat BPJS Kesehatan mungkin bisa saja bagian dari operasi intelijen pihak-pihak tertentu untuk menggalang kekuatan.