Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan belum adanya aturan perlindungan pekerja rumah tangga (PRT) memicu banyak ketidakadilan dan perilaku yang tidak senonoh.

“Belum adanya regulasi, peraturan dan perundang-undangan memicu banyak terjadinya ketidakadilan dan perilaku yang tidak senonoh dan tak pantas terhadap PRT baik secara individual (insidentil) maupun secara komunal (terstruktur),” ujar Giwo dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad(5/7).

Giwo mengatakan harus dibuat UU Perlindungan PRT mengenai hal yang bersifat melindungi hak asasi agar rasa keadilan sosialnya nyata dan terbukti. Pekerja rumah tangga, lanjut dia, tidak boleh ditinggalkan dalam pembangunan sumber daya manusia.

“Kita menuntut adanya perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri dan tentunya kita juga harus menuntut perlindungan PRT di dalam negeri. Para pekerja asing yang tinggal di Indonesia, sudah dilindungi oleh aturan-aturan dan perundang-undangan dan bagaimana PRT kita kerja di negara sendiri yang belum dilindungi UU,” terang dia.

Dia mengatakan Indonesia perlu mencapai tujuan SDGs, perlakuan yang adil dan seimbang dalam gender dan harus masuk dalam target SDGs. Kemudian persamaan hak dan kesempatan kerja disemua sektor dan bidang tanpa diskriminasi.

Giwo menambahkan RUU PPRT merupakan wujud dan implementasi dari Pancasila. Para PRT wajib mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi.

“Ada ruang khusus disetiap relung hati kita yaitu penghormatan yang layak dan tulus, bagaimanapun juga PRT juga merupakan Ibu Bangsa, sebagai perempuan yang mana kita selalu memuliakan perempuan baik itu di agama, baik itu di bangsa, di negara dan dunia sekalipun,” kata dia lagi.

Giwo mendesak agar RUU PPRT dapat segera disahkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan tidak bisa ditunda lagi. RUU PPRT terkatung-katung sejak 16 tahun yang lalu.

Jumlah PRT di Tanah Air mencapai 4,2 juta, yang mana sebanyak 84 persen adalah perempuan dan sebanyak 14 persen dari jumlah perempuan tersebut merupakan anak dibawah usia 18 tahun.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dari Januari 2018 sampai dengan April 2020, tercatat 1.458 kasus kekerasan PRT yang bisa dilaporkan dengan berbagai bentuk kekerasan, dari psikis, fisik, ekonomi dan seksual serta pelecehan terhadap profesinya. Kasus kekerasan tersebut termasuk pengaduan upah tidak dibayar, PHK menjelang Hari Raya dan THR yang tidak dibayar.

Survei jaminan Sosial JALA PRT tahun 2019 terhadap 4.296 PRT yang diorganisir di enam kota, sebanyak 89 persen PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan atau menjadi peserta JKN KIS. Mayoritas PRT membayar pengobatan sendiri apabila sakit termasuk dengan cara berhutang, termasuk berhutang ke majikan dan kemudian dipotong gaji.(Antara)