Jakarta, aktual.com – Penindakan dan sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan Undang-undang KPK hasil revisi tidak melemahkan. Karena itu, tidak ada kegentingan yang memaksa Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Penerbitan Perppu justru akan menjadi preseden buruk khususnya mengenai makna kegentingan yang memaksa.

Pengamat politik Sulthan Muhammad Yus mengatakan, perdebatan di tengah-tengah masyarakat masih berkutat di seputaran desakan terhadap Perppu KPK. Padahal jika ditelisik secara saksama, kata dia, tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa seperti yang dipersepsikan selama ini.

“Perppu itu jangan diburu, ia harus datang pada waktunya. Contohnya adalah KPK masih tetap bekerja sebagaimana mestinya, pimpinannya masih komplet. Ada yang diberitakan mengundurkan diri tetapi hingga kini masih bekerja sebagaimana mestinya,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (14/10).

Dia juga melihat KPK masih melakukan operasi serta penindakan di beberapa daerah. Sulthan menganggap hal itu merupakan bukti bahwa lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu masih menjalankan fungsi dan tugasnya.

“Revisi terhadap UU KPK hingga saat ini memang belum diberlakukan, karena masih menunggu pengesahan dari presiden hingga nantinya dilanjutkan dengan pengundangan dalam lembaran negara serta mendapatkan nomor. Namun, jika hingga 17 Oktober presiden belum menandatangani revisi uu tersebut, menurut UUD 1945 seperti yang diamanatkan Pasal 20 ayat 5 terhitung 30 hari sejak mendapatkan persetujuan bersama maka revisi atas UU KPK berlaku seketika,” jelas dia.

Sulthan memaknai soal UU KPK hasil revisi itu merupakan peristiwa konstitusional biasa. Tidak ada yang dikesampingkan apalagi diasumsikan melanggar.

“Komisioner yang baru juga akan segera dilantik pada desember nanti untuk bekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku kedepan. Proses transisi ini wajar terjadi, jadi jangan didramatisasi,” kata dia.

Dia meminta semua pihak untuk melihat dahulu produk revisi ini berjalan bersama pimpinan yang sekarang serta akan diteruskan oleh pimpinan yang baru kelak. Prinsipnya perubahan itu adalah kepastian.

“Jangan berprasangka buruk pada sistem negara hukum yang selama ini telah kita sepakati bersama. Ingat, bernegara itu butuh konsistensi pada apa yang telah disepakati, dipikirkan dan yang hendak dilakukan,” tegas Sulthan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin