Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6). Nurhadi kembali diperiksa terkait kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/16

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL).

“Nurhadi Abdurrachman diperiksa untuk tersangka ESI (Eddy Sindoro),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (30/12).

Selain Nurhadi, KPK juga memanggil Sahiri, seorang pembantu rumah tangga dalam kasus ini.

Nurhadi diperiksa karena dinilai mengetahui perkara ini.

“Semua pihak yang terkait dengan perkara ini sepanjang dibutuhkan dengan penyidikan akan dipanggil apakah keterangannya signifikan atau tidak termasuk untuk meningkatkan status pekara lain, masih akan terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan hal itu,” jelas Febri.

Dalam putusan mantan Panitera PN Jakpus Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media.

Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat “Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon terdakwa Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan dan Nurhadi dalam sidang mengatakan menyampaikan pesan itu karena Nurhadi adalah sekretaris MA yang bertanggung jawab untuk penyelsaian perkara. Terdakwa juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo,” kata anggota majelis hakim Yohanes Priyana dalam sidang 8 Desember 2016.

Dari jumlah 50 ribu dolar AS sebesar 4.000 dolar Singapura diberikan kepada anak buahnya Sarwo Edi dan Irdiansyah dan selanjutnya diberikan ke KPK.

KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi selain masih mencari keberadaan Eddy Sindoro yang berada di luar negeri.

Atas perbuatannya tersebut, Eddy Sindoro yang dalam tuntutan jaksa penuntut umum KPK terhadap panitera PN Jakpus Edy Nasution, disebut sebagai Presiden Komisaris Lippo Grup, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby