Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (istimewa)
Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Imam merupakan salah satu tersangka kasus suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.
“Jadi, tidak ada yang mengkhawatirkan. Saya kira kalau mau praperadilan silakan saja pasti kami hadapi karena kami yakin sekali dengan prosedur yang sudah kami lakukan apalagi substansi perkaranya,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/10).
Febri menyatakan bahwa menghadapi sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka itu bagian dari risiko dan lembaganya siap menghadapinya.
“Bagi kami menghadapi praperadilan sudah bagian dari risiko. Jadi, kalau ada penyidikan kami lakukan secara hati-hati kalau pun ada praperadilan kami hadapi. Itu kan hak dari pihak pemohon tinggal nanti pembuktian di proses persidangan saja,” tuturnya.
Seperti dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara pada laman pn-jakartaselatan.go.id, Imam resmi mengajukan praperadilan pada Selasa (8/10) dengan nomor perkara 130/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cq pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Adapun sidang perdana Imam akan digelar pada Senin (21/10) dengan dipimpin Hakim Tunggal Elfian. Pada sidang perdana, pihak pemohon akan membacakan permohonan praperadilannya.
Dalam petitum permohonan praperadilan Imam, disebutkan pertama, menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi (pemohon) yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019 terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ketiga, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon dan melakukan tindakan penahanan terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Keempat, menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/111/DIK.01.03/01/09/2019, tanggal 27 September 2019 yang menetapkan pemohon untuk dilakukan penahanan oleh termohon terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kelima, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap pemohon sebagaimana adanya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019.
Keenam, menyatakan tidak sah segala penerbitan sprindik dan penetapan tersangka lainnya yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri pemohon hingga terbuktinya keterkaitan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Miftahul Ulum dengan pemohon sampai memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Ketujuh, memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak putusan dibacakan.
Kedelapan, menghukum termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.
Diketahui, KPK pada Rabu (18/9) telah mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan “commitment fee” atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait. (Ant)

Artikel ini ditulis oleh: