Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyebab kebangkrutan PT Petro Energy, salah satu debitur bermasalah dalam kasus dugaan korupsi fasilitas pembiayaan ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Perusahaan itu dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada 2020, dan kini menjadi perhatian dalam penyidikan kasus yang menjerat banyak pihak.
Pendalaman tersebut dilakukan melalui pemeriksaan terhadap mantan Direktur PT Kutilang Paksi Mas (KPM), Cahyadi Susanto, pada Kamis (3/7/2025). Pemeriksaan berfokus pada aliran dana, pengelolaan keuangan perusahaan, hingga alasan konkret yang menyebabkan PT Petro Energy mengalami kesulitan cash flow.
“Penyidik mendalami penyebab PT Petro Energy mengalami kesulitan keuangan dan dinyatakan pailit oleh PN Niaga pada tahun 2020,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat (4/7/2025).
Namun, Budi menyebut pemilik PT KPM yang juga dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini telah mengajukan penjadwalan ulang pemeriksaan.
Tak hanya Petro Energy, KPK menyebut jumlah debitur yang tersangkut dalam perkara LPEI kini telah bertambah dari sebelumnya 11 menjadi 15 perusahaan. Jumlah tersebut terungkap setelah penyidik menemukan keterkaitan entitas baru dalam proses penyidikan lanjutan.
“Sejauh ini, sudah 15 karena ada pengembangan perusahaannya lagi,” jelas Budi.
Meski demikian, KPK belum bisa memastikan apakah nilai kerugian negara akan bertambah signifikan dari estimasi sebelumnya, yakni sekitar Rp11,7 triliun akibat kelalaian dalam proses pemberian fasilitas pembiayaan kepada para debitur tersebut.
KPK hingga kini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah, Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana I LPEI, Arif Setiawan, Direktur Pelaksana IV LPEI, Jimmy Masrin, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal / Komisaris Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho, Direktur Utama PT Petro Energy, Susy Mira Dewi Sugiarta, Direktur PT Petro Energy
Dua tersangka terakhir, yaitu Newin dan Susy, telah ditahan KPK sejak Kamis (20/3/2025) untuk mempermudah proses penyidikan.
Proyek pembiayaan ekspor oleh LPEI yang seharusnya mendukung ekspansi bisnis nasional justru menjadi ladang bancakan sejumlah pihak. KPK menduga proyek ini mengalami fraud sistemik dan minim pengawasan, hingga akhirnya menimbulkan potensi kerugian negara masif dan berkelanjutan.
KPK juga memastikan seluruh proses penyidikan akan dilanjutkan secara transparan, dan tak menutup kemungkinan jumlah tersangka maupun debitur bermasalah akan terus bertambah.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano