Banyak pihak yang menyayangkan sikap KPU RI yang cenderung biasa saja alias tidak menjadikan peristiwa WO itu sebagai bentuk protes keras yang dilakukan partai pendukung yang notabennya juga merupakan partai peserta Pemilu 2019 tersebut.
Pengamat yang juga eks komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan seharusnya KPU dan Bawaslu tidak bisa biasa saja menanggapi peristiwa soal adanya dugaan pelanggaran dalam kampanye damai.
Sebab, sambung dia, bagaimana mau membangun Pemilu yang adil dan berkualitas, kalau pada tahapan awal deklarasi saja sudah memperlihatkan sejumlah pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan, namun tidak ada tindakan tegas dari penyelenggara.
Meskipun, diakui Pigai persoalan relawan merupakan tanggung jawab dari masing-masing Parpol. Sehingga, keberhasilan Parpol untuk bisa membentuk kedewasaan barisan pendukungnya dalam mematuhi aturan yang telah disepakati.
Kendati demikian, ia mengingatkan kembali bagaimana peran KPU maupun Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara Pemilu untuk bersikap netral dan adil, sebagaimana yang tercantum dalam UU- red yang dimana keduanya punya tanggung jawab aktif menciptakan kualitas Pemilu.
Dalam kesempatan yang berbeda, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari pun menanggapi peristiwa WO yang dilakukan SBY. Hasyim mengakui bahwa memang ada kesepakatan Parpol terkait deklarasi kampanye damai.

Beberapa kesepakatan itu, terang dia, pertama, tidak boleh ada atribut parpol di area lokasi deklarasi yakni di area Monas, Jakarta Pusat.

Kedua, jika ada bendara parpol, maka hanya sebatas bendara kecil yang sudah disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun ia menegaskan, hal itu berlaku di area deklarasi.

Ia pun berkilah, area di luar tempat deklarasi bukan termasuk bagian area tanggung jawab KPU.

“Kalau pun ada yang bawa bendera bawa atribut terkait dukung mendukung Paslon tertentu, itu di luar arena deklarasi damai yang sudah ditentukan okeh KPU, karena tadi kan memang karnavalnya keluar area yang ditentukan,” sebut Hasyim, di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Minggu (23/9) siang.

Oleh karena itu, KPU menilai banyaknya atribut Parpol di luar area deklarasi bukan persoalan. Apalagi, kata dia, ada juga masyarakat yang menggunakan atribut pro Prabowo.

Seakan senada dan mendapat ‘angin dukungan’ dari KPU, Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto memberikan tanggapan mengenai sikap SBY, yang melakukan walkout saat acara Deklarasi Kampanye Damai Pemilu 2019.
Ia  beranggapan, apa yang dialami SBY merupakan sesuatu yang bisa terjadi di tempat umum atau public space.

“Yurisdiksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu kan yang di dalam pagar itu. Di luar pagar memang menjadi public space,” kata Hasto, di Posko Cemara, Minggu (23/9).

Di ruang publik, tutur Hasto, tindakan masyarakat tidak selalu dapat diprediksi. Ia mengatakan masyarakat yang meneriakkan kata-kata dukungan untuk Jokowi adalah sesuatu yang wajar terjadi di tempat umum.

“Karena wajar, ketika di public space, namanya rakyat mengelu-elukan Pak Jokowi. Itu sesuatu yang biasa terjadi,” sebutnya.

Sebelumnya, Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menjelaskan, SBY merasa tidak nyaman saat acara berlangsung. Pasalnya, relawan pendukung Jokowi sempat meneriaki rombongan SBY.

“Ketika kami melintas, rombongan pendukung Pak Jokowi meneriaki rombongan Pak SBY secara tidak patut, dan kami anggap itu perlakuan yang tidak sewajarnya,” ucapnya Ferdinand dalam acara deklarasi.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bahwa insiden WO yang dilakukan SBY seharusnya bisa saja tidak terjadi. Bila, semua pihak, baik KPU sebagai penyelenggara maupun dari para peserta untuk mengikuti aturan yang sudah disepakati.

Terutama, kepada para relawan pendukung Paslon yang akan ikut meramaikan acara deklarasi tersebut.

“Dari kandidat, darin partai-partai yang terafiliasi, dari KPU sendiri, harus ada garis yang tegas, ada petugas-petugas yang menyampaikan. Tapi justru hal itu kelihatannya dibiarkan saja,” ujar Fadli.

Ia menilai, acara deklarasi merupakan suatu kegiatan yang baik, sehingga tidak perlu ternoda dengan aksi-aksi segelintir pendukung Paslon tertentu.

“Ini saya kira sebuah komitmen buruk tentang sebuah kesepakatan. Kita sangat menyayangkan. Saya juga tadi jalan kaki (di lokasi acara) dan melihat bendera begitu besar, teriak-teriak termasuk di depan Pak Prabowo juga. Saya kira sangat memalukan, kita biasa-biasa saja, tidak terprovokasi. Saya kira kampungan lah, tidak sesuai dengan yang direncakan KPU,” ketus wakil ketua umum DPP Partai Gerindra itu.
Oleh karena itu, Fadli berharap agar kedepannya KPU sebagai penyelenggara bisa lebih tegas dalam menegakan aturan yang berlaku kepada semua pihak, dengan tujuan menciptakan proses Pemilu di masa kampanye saat ini berjalan dengan baik.
“Saya kira KPU harus lebih tegas, yang seperti itu betul-betul disuruh turun, tidak boleh ada  bendera satu pihak. Kesannya curang. Yang satu gak boleh bawa atribut tapi yang lain dibolehkan segitu banyak. Kalau kita mau kerahkan berapa ribu orang gampang, tapi kita ikut kesepakatan,” pungkasnya.
Tidak hanya Fadli, harapan itu pun juga muncul dari Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menegaskan agar kedepannya, KPU sebagai penyelenggara Pemilu bisa memperbaiki adanya keadaan seperti itu. Hal itu bertujuan agar tidak ada pelanggaran serupa terjadi di kampanye Pemilu damai.
“Buat kita diperbaiki ke depan aturan dan kesepakatan agar tidak dilanggar perlu kampanye yang damai jujur adil. Itu menjadi momen buat kita jangan sampai melanggar dan ini menjadi pelajaran buat kita,” pungkasnya.
KPU Itu Wasit

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang