“Menurut saya tugas BRTI sangat vital yaitu menyangkut kerahasiaan perusahaan telekomunikasi tempat mereka bekerja dahulu, kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang akan diawasi oleh BRTI, kerahasiaan badan regulasi tersebut, relasi-relasi mereka saat ini dan kewajiban jangka pendek mereka saat ini. Meski tak ada regulasinya, namun dari sisi prinsip imparsialitas, mungkin Menkominfo dan panita seleksi bisa mempertimbangkan masa jeda untuk anggota KRT BRTI dari unsur masyarakat tersebut. Khususnya yang masih aktif menjadi karyawan salah satu operator,” kata Alamsyah dalam siaran persnya, Selasa (17/12).

Jika prinsip imparsialitas di BRTI tidak diperhatikan, Alamsyah memperkirakan akan membuat rumit BRTI dalam prsepsi publik. Publik pastinya akan berspekulasi banyak seperti aneksasi dari kelompok bisnis atau operator tertentu yang menaruh orang-orangnya di badan regulasi. BRTI harus memperjuangkan sendiri untuk mengcounter presepsi dan membangun prinsip imparsialitas sendiri di hadapan di hadapan publik.

“Salah satu kunci dari governance adalah public trust. Public trust diabaikan itu sudah tak zamannya lagi. Apa lagi di dunia IT. Ombudsman berharap Menkominfo dan panitia seleksi BRTI mengabaikan social capital yang dinamakan public trust,” kata dia.

Memang operator bisa merekomendasikan KRT yang berasal dari unsur masyarakat. Tetapi para operator bisa merekomendasikan nama-nama public figure yang dianggap layak, independen dan mengerti mengenai industri telekomunikasi. Tujuannya untuk mensupport kepercayaan public kepada badan regulasi.

“Jadi seharusnya jalurnya operator bukannya malah menaruh orang-orangnya untuk duduk di BRTI seperti yang terjadi saat ini dengan dalih mencari orang yang berpengalaman di industri telekomunikasi. Harusnya operator memilih dari orang yang independen. Bukan untuk mewakili kepentingan operator tertentu. Tujuannya agar mereduksi aneksasi kepentingan dari salah satu operator,” katanya.