Indonesia tengah bersiap untuk memasuki era baru dalam peta investasi nasional, dengan fokus yang semakin terarah pada sektor-sektor strategis yang tak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga keberlanjutan lingkungan dan ketahanan nasional. Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, baru-baru ini memaparkan arah kebijakan investasi untuk periode 2025-2028, yang mencerminkan ambisi besar pemerintah dalam menciptakan ekonomi yang lebih hijau, terhubung, dan tangguh.

Green investment atau investasi hijau menjadi salah satu pilar utama dalam rencana investasi ke depan. Ini bukan hanya sekadar tren global, tetapi juga kebutuhan mendesak bagi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, namun juga menghadapi tantangan lingkungan yang serius. Dengan fokus pada investasi hijau, pemerintah berupaya memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak lagi datang dengan mengorbankan lingkungan, tetapi justru mendukung upaya pelestarian alam. Investasi dalam sektor ini meliputi energi terbarukan, pengelolaan limbah, serta pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan.

Sektor infrastruktur konektivitas juga menjadi sorotan. Pembangunan infrastruktur yang memadai adalah kunci untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional, terutama dalam konteks pasar global yang semakin terintegrasi. Konektivitas yang baik antarwilayah akan mempermudah distribusi barang dan jasa, mengurangi biaya logistik, dan pada akhirnya meningkatkan efisiensi ekonomi. Selain itu, dengan transisi energi yang sedang berlangsung, infrastruktur juga harus mampu mendukung peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Transisi energi menjadi agenda penting lainnya. Di tengah tekanan global untuk menurunkan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, Indonesia tidak dapat tertinggal. Pemerintah memahami bahwa transisi energi memerlukan investasi besar, baik dalam pengembangan teknologi baru maupun dalam membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung penggunaan energi terbarukan. Dengan investasi yang tepat, Indonesia dapat berperan sebagai pemain utama dalam pasar energi global yang sedang berubah.

Hilirisasi industri juga menjadi prioritas, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor Indonesia. Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi di dalam negeri, Indonesia tidak hanya mendapatkan nilai tambah yang lebih besar, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada impor. Hilirisasi ini juga sejalan dengan fokus pada investasi berbasis ekspor, yang diharapkan dapat mendorong surplus perdagangan dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Dalam kerangka investasi ini, ketahanan pangan dan ketahanan energi juga tidak dilupakan. Ketahanan pangan adalah isu vital bagi negara dengan populasi besar seperti Indonesia. Investasi di sektor ini diperlukan untuk memastikan pasokan pangan yang cukup dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia, sekaligus mendukung pertanian yang berkelanjutan. Sementara itu, ketahanan energi adalah fondasi bagi stabilitas ekonomi dan sosial, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik global. Oleh karena itu, investasi yang diarahkan untuk memperkuat ketahanan energi di masa depan adalah langkah yang bijak dan strategis.

Namun, untuk mencapai ambisi besar ini, tidak hanya visi yang dibutuhkan, tetapi juga dukungan anggaran yang memadai. Rosan Roeslani menyampaikan bahwa untuk mencapai target realisasi investasi pada periode 2025-2029, dibutuhkan tambahan anggaran yang cukup signifikan. Kementerian Investasi/BKPM mengajukan usulan tambahan anggaran sebesar Rp889,3 miliar untuk tahun depan, sebagai bagian dari upaya mencapai target investasi yang telah ditetapkan. Sebelumnya, anggaran yang diberikan kepada Kementerian Investasi/BKPM adalah sebesar Rp681,8 miliar, sementara kebutuhan sebenarnya mencapai Rp1,57 triliun.

Target investasi untuk periode 2025-2029 memang ambisius. Pemerintah menargetkan realisasi investasi sebesar Rp2.793,3 triliun pada tahun 2029, meningkat dari Rp1.905,6 triliun pada tahun 2025. Jika ditotal, target investasi hingga akhir 2029 baik dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp23.529 triliun, dengan PMA sebesar Rp11.674 triliun dan PMDN Rp11.855 triliun. Ini adalah angka yang besar, dan pencapaiannya akan membutuhkan koordinasi lintas sektoral yang kuat, termasuk antara Kementerian Investasi/BKPM dan Bappenas.

Kesuksesan realisasi investasi ini tidak hanya akan menjadi indikator keberhasilan kebijakan pemerintah, tetapi juga akan menentukan arah pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Dalam konteks global yang terus berubah, dengan tantangan lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks, arah kebijakan investasi yang tepat dan dukungan anggaran yang memadai adalah kunci untuk memastikan bahwa Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Pemerintah, melalui Kementerian Investasi/BKPM, telah menunjukkan keseriusan dalam merancang kebijakan investasi yang tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga pada dampak jangka panjang bagi rakyat dan lingkungan. Namun, implementasi dari kebijakan ini memerlukan komitmen yang kuat, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, serta dukungan penuh dari masyarakat dan sektor swasta. Inilah tantangan yang harus dihadapi, dan hanya dengan kerja sama yang solid, ambisi besar ini dapat diwujudkan.

Redaksi Aktual