Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mempertanyakan skema dan sasaran masyarakat yang dituju pemerintah dalam rencana implementasi kerja sama pemerintah-swasta dan masyarakat, yang ditujukan untuk memudahkan pembebasan lahan.

Menurut Enny di Jakarta, Jumat (19/6), partisipasi masyarakat dalam bentuk penyertaan saham di lahan proyek infrastruktur, membutuhkan legalitas kedudukan masyarakat tersebut. Dia mengatakan, dari sejumlah regulasi terkait infrastruktur, legalitas kedudukan masyarakat tersebut harus berbentuk badan usaha.

Misalnya, dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, disebutkan badan usaha yang bekerja sama dengan pemerintah, bisa berupa Perseroan Terbatas hingga Koperasi.

“Maka dari itu, apakah maksud wacana PPPP (public-private people partnership) ini , masyarakatnya dalam bentuk koperasi atau bagaimana,” kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini.

Menurut Enny, jika legalitas kedudukan masyarakat tersebut dapat ditetapkan, wacana penerapan PPPP tersebut cukup prospektif untuk membuat masyarakat partisipatif dalam proyek infrastruktur.

“Partisipatif itu dalam bentuk masyarakat bisa mengawasi manfaat dan kegunaan proyek infrastruktur ini. Selama ini, pembebasan lahan kepada masyarakat kan hanya dalam bentuk ganti rugi saja,” kata dia.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto mengatakan terdapat wacana improvisasi dari skema kerja sama pemerintah-swasta (public-private partnership), untuk melahirkan skema kerja sama antara pemeritah-swasta-masyarakat (public-private people partnership/PPPP).

“Jadi wacananya, tidak semua lahannya dibeli oleh swasta dari masyarakat, tapi sebagian berupa penyertaan saham. Ada sisi ekonomisnya yakni dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat,” kata dia.

Menurut dia, skema tersebut dapat menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah pembebasan lahan yang kerap menghambat pembangunan infrastruktur selama ini.

Wacana PPPP tersebut mengemuka dari rencana pengembangan pelabuhan oleh investor asal Jerman di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Dari hasil pembicaraan antara pemerintah provinsi NTB dan investor tersebut, timbul usulan untuk menawarkan kepemilikan saham kepada masyarakat.

“Karena lahan yang dibutuhkan sangat luas, timbul keinginan agar rakyat setempat juga dapat ikut menikmati hasilnya. Kemungkinan di lahan itu juga dibangun industri pengolahan,” ungkap dia.

Hingga saat ini, ujar dia, Pemprov NTB dan investor tersebut masih menyusun kerangka kerja untuk skema PPPP tersebut.

Hal-hal yang sedang dimatangkan, kata dia, adalah besaran saham, komisi dan juga besaran investasi untuk proyek infrastruktur tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: