Petani memetik daun tembakau yang mengering di Kelurahan Bugih, Pamekesan, Jatim, Rabu (19/10). Sebagain petani di Madura menanam tembakau diakhir musim karena faktor cuaca, akibatnya tembakau tesebut tidak laku dijual dan dibiarkan mengering menjadi krosok dengan harga Rp3.000 per kg jauh dari tembakau rajangan yang sempat mencapai Rp.45.000 per kg. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Indonesia dinilai bisa menerapkan kebijakan bea masuk tinggi demi melindungi kepentingan para petani tembakau di dalam negeri dari serbuan impor. Penerapan kebijakan itu dinilai tidak bertentangan dengan perjanjian internasional karena mengacu demi melindungi kepentingan nasional negara bersangkutan. Merujuk data BPS, tahun lalu dari total tembakau impor mencapai 91 ribu ton, kontribusi tembakau China mencapai 47,6 persen.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng (AEPI) mengemukakan bahwa saat ini negara di berbagai belahan dunia mendahulukan kepentingan nasional mereka, terutama sektor yang memberi dampak ekonomi signifikan, dalam setiap negosiasi regulasi perdagangan.

Di Indonesia, tembakau yang ditanam petani, ikut berkontribusi mendorong ekonomi. Nah, salah satu instrumen perdagangan bebas yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan dalam negeri adalah Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT).

“Dalam konteks Indonesia, upaya pembatasan perdagangan tembakau dapat difokuskan pada isu impor tembakau. Adapun instrumen yang bisa  digunakan yakni bea masuk (tarrif) yang tinggi pada impor tembakau,” tegas Salamuddin Daeng, di Jakarta, Rabu (31/5).

Pemerintah bisa menggunakan bea masuk tinggi, dengan alasan perlindungan pada hak asasi petani dalam menanan tembakau yang sudah tergerus oleh produk impor dan juga alasan lingkungan hidup. Misalnya petani tembakau akan merambah hutan jika tidak menanam tembakau yang memicu kerusakan hutan Indonesia. Umumnya negara negara maju peduli dengan masalah ini sehingga relatif tidak akan ada resistensi.

Menurutnya, TBT merupakan perjanjian dalam World Trade Organization (WTO) menyangkut pembatasan perdagangan atas dasar kepentingan nasional suatu negara. TBT berkaitan dengan promosi terhadap standar internasional, berkaitan dengan masalah kesehatan, lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

Negosiasi dan pengaturan TBT dalam WTO, kata Daeng, meliputi seluruh produk pertanian dan industri, namun tidak termasuk didalamnya isu sanitary dan phitosanitary karena telah diatur sebagai bentuk pembatasan perdagangan tersendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka