Di tengah perdebatan yang terjadi di publik mengenai penetapan Iwan Bule sebagai Plt gubernur Jabar, ikhwal adanya dugaan pelanggaran dalam aturan perundang-undangan. Pemerintah dan hal ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui jika usulannya tersebut kepada presiden sudah sesuai aturan yang ada.

Bahkan, Mendagri berani atau bahkan ‘pasang badan’ untuk menanggung setiap konsekuensi yang ditimbulkan dalam penunjukan tersebut.

Namun, apa yang disampaikan pemerintah tidak serta merta membuat lembaga legislatif yang memiliki tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)-nya yakni melakukan pengawasan terhadap pemerintah langsung mempercayainya. Sebagai lembaga politik yang diisi oleh 10 fraksi partai politik (Parpol) polemik itu pun kemudian ditarik ke DPR RI.

Meski aksi nyata sebelumnya sudah diperlihatkan dalam acara pelantikan Iwan Bule, di Jawa Barat yang sempat diwarnai dengan aksi ‘boikot’ oleh fraksi dari Partai Gerindra dan juga diamini sekutu politiknya PKS.

Di DPR RI, polemik tersebut kemudian diwacanakan untuk digunakannya hak angket DPR RI, yakni untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan .

Lagi-lagi, wacana tersebut pun menjadi perdebatan di DPR, setidaknya dari 10 fraksi, empat fraksi Parpol mengisaratkan dukungnya terhadap wacana hak angket terhadap penetapan Komjen Pol M. Iriawan sebagai pelaksana tugas gubernur Jawa Barat. Kelima fraksi tersebut, yakni Partai Demokrat, Gerindra, PAN, dan PKS.

Sementara itu, fraksi yang menolak dengan adanya usulan agar DPR RI menggunakan hak angketya, yakni PPP, Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, dan PKB .

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menilai pelantikan Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat berpotensi memunculkan kembali dwifungsi TNI-Polri. Padahal, kata dia, reformasi sudah mengkoreksi dwifungsi.

Ia menegaskan bahwa partainya akan menginisiasi Pansus Hak Angket Pati Polri sebagai Penjabat Gubernur. “Jangan kini pemerintah mengulang kesalahan dengan dwifungsi Polri,” kata Fadli Zon, Selasa (19/6)

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, kebijakan tersebut keliru, menabrak undang-undang, dan tidak sesuai dengan tuntutan reformasi untuk menghapus dwifungsi angkatan bersenjata, baik TNI maupun Polri. Fadli menilai pelantikan Iriawan melanggar tiga undang-undang sekaligus, yakni UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Fadli Zon menjelaskan, biang kerok pelanggaran tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/2018 yang mencantuman frasa “setara jabatan tinggi madya”, sehingga membuat aparat negara non-sipil seolah memiliki hak yang sama dengan Aparatur Sipil Negara atau ASN. “Frasa ini telah memberikan tafsir yang salah,” ujar Fadli.

Menurut Fadli, dia pernah menyarankan agar Permendagri tersebut segera dicabut, tapi sayangnya tak diindahkan. “Akibatnya, kini Kemendagri telah menyeret polisi kembali ke pusaran politik praktis. Ini kan tidak benar,” ketus dia.

Sementara itu, Fraksi Demokrat beralasan pengangkatan M Iriawan sebagai Plt gubernur Jabar melanggar konstitusi sehingga hal itu menjadikan alasan kuat mendorong DPR membentuk Panitia Khusus Hak Angket untuk mengoreksi kebijakan tersebut. Hal itu disampaikan Sekertaris Fraksi Demokrat Didik Mukrianto, di Jakarta, Selasa (19/6)

“DPR harus menjadi penyeimbang dan pengawas jalannya pemerintahan, kami berpandangan saat yang tepat bagi Fraksi Demokrat DPR RI dan DPR RI menggunakan Hak Angket mengingatkan dan mengkoreksi pemerintah agar tidak terkoreksi oleh rakyat dan sejarah,” Didik menilai setiap kebijakan dan keputusan pemerintah mutlak harus konstitusional dan mendasarkannya kepada UU dan aturan yang berlaku.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan partainya secara tegas menolak usulan pembentuk Hak Angket terkait dilantiknya Komjen Pol M. Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat, dan hal itu tidak perlu disikapi secara berlebihan.

“Jangan terlalu berlebihan menanggapinya soal penunjukan Komjen Irawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, apalagi dengan mengusulkan Hak Angket,” kata Ace di Jakarta, Selasa (19/6).

Dia mengatakan, Partai Golkar menilai bahwa penunjukan tersebut merupakan kewenangan pemerintah dan diyakini kebijakan itu sudah dikaji dari aspek perundang-undangan yang berlaku.

Kalau tidak puas dengan kebijakan tersebut, sambung dia, maka Komisi II DPR bisa memanggil Mendagri untuk menjelaskan alasan kebijakan penunjukkan tersebut.

Sedangkan, Fraksi Partai Nasdem Dewan Perwakilan Rakyat tak sepakat dengan rencana penggunaan hak angket terkait pengangkatan Komisaris Jenderal M Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Nasdem Irma Suryani mengatakan, partainya hanya ingin bertanya perihal pengangkatan itu kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

“Sebenarnya yang dimaksud oleh Nasdem itu hanya hak bertanya, bukan angket,” kata Irma melalui pesan pada Senin, 25 Juni 2018.

Irma mengatakan, Dewan Pengurus Pusat Partai Nasdem sepakat bertanya kepada Mendagri terkait dasar hukum pengangkatan Iriawan. Kata dia, pertanyaan itu penting dilontarkan Dewan agar tak terjadi kesalahan prosedur dalam penunjukan Iriawan sebagai penjabat gubernur Jawa Barat.

Senada dengan sekutu politiknya, PDI Perjuangan juga mengambil sikap menolak adanya usulan wacana pembentukan Pansus Hak Angket tersebut. Fraksi partai pemenang Pemilu itu menilai tidka ada aturan yang dilanggar dalam penetapan dan pelantik Komjen Iwan Bule/

“Tidak ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar sehingga menurut kami tidak perlu adanya angket,” kata Bendahara Fraksi PDIP DPR RI, Alex Indra Lukman.

Menurut Alex, jika memerlukan penjelasan pemerintah, maka hal itu bisa dilakukan  oleh komisi II dnegan bisa mekanisme rapat kerja dengan pihak pemerintah.

Pun demikian, meski polemik mengenai pro kontra usulan hak angket DPR RI terhadap Komjen Pol M Iriawan terus terjad. Lantas, apakah pasca pelaksanaan Pilkada serentak akan tetap digulirkan?. Hal itu menyusul kekhawatiran adanya dugaan potensi kecurangan dalam Pilkada, khususnya di Jawa Barat justru tidak tebukti, terlihat dari hitung cepat lembaga survey pasangan calon yang berlatar belakang TNI maupun Polri justru tidak menang.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago (Ipang) menilai jika usulan wacana hak angket oleh dewan bukan dalam persoalan kekhawatiran dan ketakutan, karena justru hal itu terbukti tidak terjadi. Hak angket, kata dia, sebagai wujud pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

“Ini soal bagaimana kita ini menjalankan pemerintahan sesuai dengan trayek amanah konstitusi atau tidak,” kata Ipang saat dihubungi aktual.com, Jumat (29/6).

Ia menilai hak angket akan tetap dijalankan atau digulirkan oleh dewan. “Kalau betul tujuan angket bukan untuk kemenangan Pilkada saja, namun memastikan hukum berjalan sesuai konstitusi, itu dulu misinya. Kalau beda niat maka bisa jadi hak angket akan mengalami patahan di tengah jalan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang