Jakarta, Aktual.co — Dalam pandangan Islam, suatu pernikahan sangatlah mudah dilakukan, walaupun tidak dengan memudah-mudahkannya. Namun demikian tetap harus ada persyaratan yang harus terpenuhi.

Misalkan, adanya Wali dari pihak perempuan (sedangkan untuk laki-laki tidak perlu ada wali, red). Adanya dua orang saksi, mahar, adanya mempelai dan ijab qabul. Bila, persyaratan tersebut semuanya terpenuhi, maka pada saat itu juga bisa dilasungkan akad nikah. Lalu, pertanyaannya bagaimana dengan menikah ulang?

Dalam syariat Islam, tata cara rujuk telah dijelaskan secara gamblang. Jadi, tinggal melihat dalil-dalil yang terdapat dalam Al  Quran, Sunah, dan pandangan para Ulama yang Mu’tabar (mumpuni dan kredibel, red).

Rujuk setelah cerai dalam pandangan syariat Islam adalah sebagai berikut :

1. Apabila seorang suami menalak istrinya. Maka, talak tersebut merupakan talak satu atau dua, kemudian si isteri juga masih dalam kondisi masa iddah (yaitu belum melahirkan kalau mengandung atau belum melewati tiga kali masa suci (haid), dalam kondisi semacam itu, sang suami bisa merujuk isterinya secara langsung dengan ucapan, tulisan, dan isyarat serta perbuatan (menggaulinya) diringi dengan niat rujuk.

Jika itu yang dilakukan oleh suami, maka rujuknya sah tanpa harus menghadirkan saksi atau menunggu kerelaan istri (tanpa harus nikah ulang).

2. Namun, apabila sang istri sudah melewati masa iddah dari talak satu atau talak dua, maka untuk rujuk diharuskan melakukan akad nikah ulang.

3. Selanjutnya, apabila suami menalak isterinya dengan talak tiga, sang isteri otomatis haram baginya sebelum menikah dengan orang lain. Jika, istri telah dinikahi lelaki lain dengan niat yang jujur; “tidak direkayasa” maka suami bisa kembali kepada isteri pertamanya dengan cara nikah ulang. Jadi tidak semua rujuk  dilakukan dengan nikah ulang.

Oleh karena itu, dalam sebuah pernikahan, akad nikah yang dilakukan tersebut merupakan perjanjian yang kuat (kokoh), dan merupakan perjanjian fitri yang lebih kuat dan lebih kokoh dari perjanjian manapun.

Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa’: 21, “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat).”

Rasulullah SAW berdabda, “Takutlah kamu sekalian kepada Allah SWT mengenai wanita (istri), karena kamu telah mengambil mereka dengan amanat Allah SWT.” (HR. Muslim). Ia merupakan pengesahan dari suatu hubungan yang semula haram, kemudian berubah menjadi halal.

Oleh karena itu, akad itu diatur serta ditentukan oleh syariat  Islam dengan segala syarat dan rukun yang berkait dengannya. Penting dan mulianya akad ini terlihat dari kedudukannya yang tidak boleh dipermainkan. Wallahu a’lam.

Artikel ini ditulis oleh: