Jakarta, Aktual.co — Di mata sebagian masyarakat, poligami diartikan negatif bahwa seseorang yang berpoligami tersebut memiliki seks yang tinggi? Apakah itu benar adanya?
Besarnya syahwat seorang pria bukanlah suatu aib jika disalurkan dengan cara yang diridhai oleh Allah Swt, bahkan itu adalah suatu perbuatan yang terpuji. 
Salah satu hal yang membuat kedengkian orang-orang Yahudi kepada Rasulullah Saw adalah kelebihan yang dikaruniakan Allah Swt kepada beliau dalam masalah ini. Rasulullah Saw diberi kekuatan 30 orang laki-laki, hingga beliau mampu menggiliri sembilan orang istrinya dalam sehari-semalam.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang berasal dari Anas bin Malik. Apakah masuk akal, bila Allah Swt membenci syahwat tinggi kemudian mengaruniakannya kepada Rasul yang paling mulia dan paling dicintai-Nya melebihi yang Dia berikan kepada manusia biasa. Lalu kalau ditinjau dari syari’at, apakah boleh seseorang menikah lagi karena nafsu seksnya tinggi. Bukan seperti alasan yang dibuat-buat oleh pembenci poligami. 
Ada alasan yang belum kita ketahui seperti karena ingin mengayomi janda-janda tua. Sehingga kalau mau menikah lagi, carilah perempuan tua yang sudah reot. Atau ingin mengayomi anak yatim, maka cari janda beranak banyak. Entah cerita dari mana yang mengatakan seperti itu dan apa dalilnya?
Mari simak hadist dan Al Quran berikut ini: 1. Hadits yang sering didengar”Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum). Karena shaum dapat membentengi dirinya.” (Mutafaq’alaih).
2. Kata Rasulullah Dan pada kemaluan salah seorang kalian ada sedekah. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami mendatangi syahwatnya lalu dia berhak mendapatkan pahala?” Rasulullah menjawab, “Bagaimana pendapat kalian kalau ia meletakkannya pada jalan yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian juga, bila dia meletakkannya pada jalan yang halal, dia berhak mendapatkan pahala.”
Jadi, bila seseorang sudah melakukan kewajibannya secara syar’i dengan bertanggungjawab terhadap keluarganya, tidak ada hak orang lain untuk mencelanya, apalagi mempergunjingkan. 
3. Allah Swt menyebutkan kriteria orang-orang yang berhak memasuki surga Firdaus, surga yang paling tinggi
Kriteria keempatnya adalah”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. al Mu’minun [23]: 5-7).
Allah Swt menyebutkan bahwa orang yang selamat di akhirat nanti, diantara ciri-cirinya adalah orang yang menjaga syahwat kemaluannya dengan menyalurkannya kepada jalan yang dihalalkan oleh Allah Swt. Allah Swt tidak menyebutkan bahwa ciri-ciri orang yang berhak menempati surga Firdaus ialah orang yang lemah syahwat atau tidak bersyahwat sama sekali. Allah Swt menurunkan syariatnya bukan untuk membunuh syahwat dan hawa nafsu hamba-Nya, tapi mengaturnya supaya mengalir pada jalur yang diridhai-Nya.
Bahkan, manusia akan diberi oleh Allah Swt pahala dan hadiah surga karena ia sudah bersusah payah mengendalikan hawa nafsunya kepada jalan yang benar. Bukan karena ia mematikan atau menghambat hawa nafsunya. Allah Swt hanya menyuruh hamba-Nya untuk mengendalikan, supaya tetap tersalurkan pada jalur yang benar. Dikutip dari laman dakwah, Senin (27/10).