Jakarta, Aktual.com – Ramadhan sudah mendekati masa akhir. Pemerintah bersiap untuk melaksanakan sidang penetapan atau isbat awal Syawal 1436 H. Untuk kebersamaan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap ada pihak tertentu yang diberi kewenangan untuk melakukan penetapan ini, dan ketetapannya bisa diikuti oleh semua pihak.

“Harapan pemerintah, ada satu pihak yang diberikan kewenangan untuk isbat ini,” kata Lukman, saat memberikan sambutan pada Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren tentang “Upaya Penyatuan Kalender Hijriah” sekaligus Peresmian Observatorium Pondok Pesantren Assalam, Solo, Senin (6/7).

Hadir dalam kesempatan ini para pimpinan pondok pesantren dari beberapa wilayah di Indonesia. Ikut mendampingi Menag yaitu Staf Khusus Menteri Agama Hadi Rahman, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen Assegaf, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Muchtar Ali, Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bachtiar, Kakanwil Kemenag Jawa Tengah Ahmadi, Kakanwil Kemenag DI Yogyakarta Nizar, dan Kabag TU Pimpinan (Sesmen) Khoirul Huda Basyir.

Menurut Menag, kalau penetapan awal bulan Hijriah diserahkan kepada masing-masing masyarakat, akan berpotensi menimbulkan perbedaan yang pada konteks tertentu implikasinya tidak sederhana dalam tatanan kehidupan bernegara. Karena itu, lanjut dia, diperlukan sebuah institusi, pranata, atau lembaga, tidak masalah apakah lembaga pemerintah atau bukan.

“Kalau bukan pemerintah, apakah MUI misalnya. Tapi, ketika kita sudah menetapkan, maka semua kita harapannya sepakat dengan ketetapan itu,” kata Lukman.

Lukman mengakui, pada 2004, MUI telah mengeluarkan fatwa yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan isbat. Dalam pelaksanaannya, pemerintah juga selalu berkonsultasi dengan MUI dan ormas-ormas Islam.

“Hanya kan persoalannya kemudian sebagaimana kita sama-sama tahu, tidak sederhana. Perlu ada peneguhan dan penegasan kembali bagaimana kita menghadapi persoalan ini,” kata Menag.

Sebelumnya, hal yang sama ditegaskan oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin. Menurut dia, untuk menyikapi potensi munculnya perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah dan dalam rangka mewujudkan cita-cita untuk memiliki kalender Islam tunggal yang mapan, harus ada otoritas tunggal, ada kriteria yang disepakati, dan ada batas wilayah.

“Batas wilayah sudah disepakati, kriteria masih dalam proses penyatuan. Otoritas, belum, masing-masing ormas masih menjadikan otoritasnya adalah pimpinan ormas,” kata Djamaluddin seperti dikutip kemenag.go.id, Jumat lalu.

Untuk menjadikan sistem kalender Islam ini menjadi kalender yang mapan dan memberi kepastian, yang paling utama untuk disepakati adalah otoritas tunggal.

“Dalam hal ini otoritas tunggal adalah pemerintah. Kalau ini disepakati maka saat sidang isbat ketika terjadi perbedaan, maka keputusan pemerintah yang akan diambil. Ada otoritas tunggal itu ingin menyelesaikan ketika ada perbedaan seperti potensi ini dan juga saat Idul Adha,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh: