Medan, Aktual.com – Upaya eksekusi lahan register 40 di Padang Lawas, Provinsi Sumut masih terus menuai polemik. Kali ini, dipicu terbitnya sebuah surat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bernomor S.13/Menlhk-Setjen/RHS/2015 ter tanggal 25 Juni 2015, perihal Pemberitahuan Putusan MA terkait register 40 Padang Lawas.

Pasalnya, surat tersebut menyatakan adanya pelarangan pengusaha perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melakukan transaksi bisnis dengan koorporasi PT.Torus Ganda milik D.L Sitorus.

Disebutkan pula, segala kegiatan atau transaksi berkaitan dengan perkebunan dan seluruh bangunan diatasnya di kawasan Register 40 Padang Lawas yang dikuasai secara illegal oleh koorporasi milik D.L Sitorus merupakan kegiatan melawan hukum dan dapat dipidana.

Surat itu berujung penolakan dari kalangan petani yang bergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumatera Utara.

Ketua Apkasindo Sumut Ahmad Rinto Gunari mengatakan, surat larangan bertransaksi dengan perusahaan D.L Sitorus meskipun ditujukan untuk anggota GAPKI, juga berpengaruh terhadap petani kelapa sawit. Dimana ribuan ton tandan buah segar milik petani di sekitar kawasan Register 40 Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhan Batu Selatan dan Rokun Hulu, Riau busuk tak terjual. Hal itu disebabkan, enam pabrik kelapa sawit milik D.L Sitorus berhenti total karena larangan kepada GAPKI itu.

“Petani kelapa sawit biasanya menjual buah di pabrik kelapa sawit milik D. L Sitorus. Namun sejak surat Menteri Siti Nurbaya keluar, pabrik D.L Sitorus berhenti membeli sawit rakyat karena D. L Sitorus tak bisa menjual minyak sawit lagi (crude palm oil) keluar negeri,” tandas Gunari.

Sementara itu, Ketua Apkasindo Padang Lawas Haris Simbolon menambahkan, saat ini harga tandan buah segar yang dijual petani anjlok hingga Rp500 per kilogram dari harga jual biasanya kepada pabrik kelapa sawit milik D.L Sitorus yang rata-rata Rp1.200 per kilogram.

Anjloknya harga buah sawit segar itu, lanjut Simbolon diakibatkan surat menteri Siti Nurbaya itu.

“Tujuh ribu petani kelapa sawit yang bermitra dengan D.L Sitorus dan petani yang tidak bermitra dengan D.L Sitorus di kawasan Register 40 tidak bisa menjual buah sawitnya kepada pabrik kelapa sawit D.L Sitorus,” sebutnya.

Petani, lanjut Haris, terpaksa menjual tandan buah segar kepada pabrik kelapa sawit lainnya di sekitar Register 40 karena pabrik kelapa sawit D.L Sitorus tutup.

“Pemilik pabrik kelapa sawit menetapkan harga beli sawit Rp 600 per kilogram. Ketimbang buah sawit busuk,petani rela menjual dengan harga murah,” tandasnya.

Haris menambahkan, pihaknya bukan tak menghormati putusan Mahkamah Agung nomor 2642K/Pid/2006 Tentang Register 40 Padang Lawas. Namun menurut Haris, larangan hubungan bisnis anggota GAPKI dengan perusahaan D.L Sitorus berimbas kepada petani sawit.

Semestinya, masih kata Haris, Menteri Siti harus memisahkan penegakan hukum dan hubungan bisnis. Perintah putusan Mahkamah Agung adalah eksekusi, bukan larangan berbisnis dengan koorporasi D.L Sitorus.

“Surat Menteri Lingkungan Hidup nomor S.13/Menlhk-Setjen/RHS/2015, kami artikan sebagai ketidakmampuan pemerintah mengeksekusi PT. Torus Ganda dan koorporasi D. L Sitorus lainnya. Karena tidak mampu mengeksekusi, maka dipilih cara menghentikan seluruh kegiatan bisnis kelapa sawit dengan D.L Sitorus,” tandasnya.

Sejak surat Menteri Siti Nurbaya keluar, sambung Haris, petani merugi rata-rata Rp1 hingga Rp 1,5 juta per hektar.

Terpisah, Menteri Siti yang dikonfirmasi wartawan melalui pesan singkat mengatakan, sebelum D.L Sitorus mengembalikan semua aset negara di lahan PT Torus Ganda dan lainnya, maka sesuai putusan Mahkamah Agung dan Undang- Undang nomor 18 tahun 2013, surat larangan bertransaksi dengan perusahaan milik D.L Sitorus tetap akan berlaku.

“Kami harapkan dukungan GAPKI agar anggotanya tidak melakukan transaksi dengan Koperasi Kelapa Sawit Bukit Harapan dan PT. Torus Ganda serta Koperasi Parsub milik D.L Sitorus. Dalam hal terjadi transaksi, akan dikenakan pidana dan akan diproses secara hukum,” kata Siti.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka