Jakarta, Aktual.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tetap mempertahankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun sebelumnya Tim Pembela Ekonomi Bangsa (TPEB) mengajukan permohonan ke MK untuk menghapus UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK, terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, 6, 7, 37, 55, 64, dan 65 karena bertentangan dengan fungsi pengaturan dan pengawasan bank yang sebelumnya merupakan kewenangan Bank Indonesia (BI).

Permohonan yang dikabulkan MK hanya Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Sementara permohonan yang lain ditolak MK karena pasal-pasal yang dipermasalahkan TPEB masih sejalan dengan UUD 1945.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pada 2011 ketika dirinya masih menjadi Menteri Keuangan, diskusi UU OJK dengan parlemen berakhir deadlock. Menurutnya, UU OJK merupakan amanat dari UU BI tahun 1999 tentang pemisahan otoritas moneter.

“Pemindahan pengawasan dari BI ke OJK harus membuat OJK baik, kami yakin UU OJK sudah baik,” ujar Agus di gedung BI, Jakarta, Selasa (4/8).

Agus juga menjelaskan selama ini kehadiran OJK tidak mengganggu BI. Pasalnya, peran dan fungsi OJK adalah pengawasan bank secara mikrprudensial, dan BI tetap mengatur perbankan secara makroprudensial.

“OJK atau Industri Keuangan Non Bank (IKNB) akan mengawasi bank secara mikro perusahaannya, tapi kalau terkait otoritas moneter kalau sudah besaran uang terkait dengan tingkat bunga, valas, dan nilai tukar itu sudah otoritas BI. Dan BI akan melakukan kebijakan transmisi melalui perbankan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka