Sektor UMKM Hadapi MEA (AktuaL/Ilst.Nelson)
Sektor UMKM Hadapi MEA (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) mendesak pemerintahan Jokowi-JK mencabut diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Hal ini sesuai dengan kampanyenya saat pilpres lalu yang ingin mewujudkan cita-cita kemandirian nasional.

“Tolak UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang pro kepentingan pasar,” seperti keterangan tertulis Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) yang diterima Selasa (2/5).

Dengan MEA, ASEAN telah mengikuti prinsip-prinsip ekonomi neoliberal. Jalan ekonomi yang digunakan berorientasi keluar, menjunjung tinggi daya saing tak berkeadilan, patuh terhadap kejamnya mekanisme pasar dan tunduk tanpa perlawanan menerapkan aturan lembaga-lembaga internasional yang jelas-jelas penganut kapitalisme-neoliberal. MEA adalah bentuk baru kolonialisme di kawasan ASEAN.

Liberalisasi ekonomi yang dibawa MEA memukul buruh dari berbagai sektor. Selain kompetisi yang tidak sehat yang dibawa oleh MEA, buruh juga masih dihadapkan dengan politik upah murah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menarik investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

“Persoalan yang dialami oleh buruh juga tidak kalah pelik. Di dalam salah satu elemen pokok MEA adalah terkait gerak bebas pekerja terampil keluar masuk di negara-negara ASEAN. Hal ini dapat dipastikan mengakibatkan semakin teralienasinya buruh Indonesia di negaranaya sendiri,” katanya.

Selain itu, pemerintah diminta untuk mencabut UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi yang sangat liberal dan pro-pasar serta Menolak Sistem Pendidikan Terintegrasi (Tunggal) ASEAN.

Liberalisasi ekonomi kawasan ini tentunya menyasar dan membutuhkan elemen juga instrumen lain, salah satunya adalah bidang pendidikan. Sumber daya manusia yang menjadi unsur pokok MEA. Dengan itu, maka pendidikan menjadi instrumen penting bagi terciptanya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dan mampu berkompetisi dalam alam liberal tersebut.

“Di setiap negara anggota ASEAN akan mengarahkan kebijakan pendidikannya pada ideologi pasar. Dipastikan akan ada cetak biru (blueprint) sistem pendidikan terintegrasi (tunggal) ASEAN,” ujarnya.

Tahun ini sudah dimulai pembahasan mengenai hal itu. 24 Februari 2016 lalu telah digelar pertemuan program European Union Support to Higher Education in ASEAN Region (SHARE) di Bangkok Thailand. Program tersebut adalah bentuk dukungan dari Uni Eropa terhadap perguruan tinggi di kawasan ASEAN dalam mewujudkan sistem pendidikan tinggi terintegrasi.

Tujuannya, untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan pasar ASEAN.

Sejatinya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini pun sudah sangat liberal. UU No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi merupakan dasar pendidikan di Indonesia sudah sangat liberal dan berorientasi pasar.

Pendidikan seharusnya dapat melahirkan sumber daya manusia yang dapat menjaga dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dan ilmu pengetahuannya untuk kesejahteraan dan kemandirian bangsa.

“Sejalan dengan konsepsi pembangunan ekonomi yang telah digariskan oleh Bung Karno, bahwa kewajiban kita adalah menghancurkan sisa-sisa imperialisme, menggerakkan semua potensi nasional untuk pertumbuhan ekonomi, memperbesar produksi dengan memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah, dan membangun industri nasional yang bebas dari kolonialisme dan feodalisme sebagai landasan menuju masyarakat adil dan makmur.”

Artikel ini ditulis oleh: