Jakarta, Aktual.com — Bali mengimpor berbagai jenis mesin dan komponen alat produksi mencapai 131,99 juta dolar AS selama tahun 2015, merosot 62,43 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 351,27 juta dolar AS.

“Nilai impor tersebut dibandingkan dengan perolehan nilai ekspor masih tergolong relatif kecil, karena pengapalan berbagai jenis matadangan Bali selama 2015 mampu meraup 498,68 juta dolar AS,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Ir Adi Nugroho di Denpasar, Senin (8/2).

Ia mengatakan, khusus impor pada bulan Desember 2015 mencapai 12,62 juta dolar AS juga berkurang 29,71 persen dibanding bulan yang sama 2014 yang tercatat 17,96 juta dolar AS.

“Namun nilai impor itu jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (November 2015) meningkat sebesar 32,80 persen, karena impor bulan November 2015 itu tercatat 9,50 juta dolar AS,” ujar Adi Nugroho.

Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia mengimpor mesin-mesin dan aneka jenis barang produksi untuk diolah kembali menjadi barang dan aneka jenis cinderamata yang siap diekspor ke pasaran luar negeri yang mampu memberikan nilai tambah jauh lebih besar.

Impor alat produksi itu dinilai lebih menguntungkan karena memberikan nilai tambah dibandingkan dengan mendatangkan bahan makanan atau minuman untuk memenuhi kebutuhan konsumen, yang hanya menghabiskan devisa.

Bali mengimpor alat produksi (peralatan listrik) dan alat produksi lainnya yang mampu memberikan dampak positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan perolehan devisa yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Adi Nugroho menambahkan, komponen impor itu antara lain produk mesin-mesin (mekanik) 22,89 persen, menyusul produk bahan bakar mineral 16,55 persen dan produk gandum-ganduman 16,08 persen.

Selain itu juga mendatangkan mesin (peralatan listrik) sebesar 12,12 persen serta produk perangkat optik 5,54 persen.

Aneka jenis produk luar negeri itu didatangkan Tiongkok 24,66 persen, singapura 22,59 persen, Vietnam 15,98 persen, Amerika Serikat 12,06 persen dan Australia 10,58 persen, ujar Adi Nugroho.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nebby