Perdebatan nomenklatur RUU tentang minuman beralkohol. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pernyataan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang menyebut delapan fraksi partai politik di DPR telah menyetujui minuman beralkohol untuk dijual di warung-warung telah menuai kontroversi.

Pasalnya pernyataan itu menuai protes dari beberapa faksi lainnya karena merasa tidak pernah menyetujui hal itu dalam pembahasan rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol (RUU Minol).

Polda Metro jaya bekerja sama dengan Bea dan Cukai menyita lima peti kemas minuman keras (Miras) berbagai merek sebanyak 53.927 botol yang diduga dimasukkan secara ilegal ke Indonesia dengan potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp58,06 miliar. AKTUAL/Munzir

Menyikapi situasi ini, Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Minol, Arwani Thomafi menjelaskan bahwa memang pembahasan RUU tersebut dalam perdebatan sengit terkait pilihan kata dalam penamaan UU.

Penamaan ini menjadi penting karena akan berpengaruh pada esensi UU, yangmana dua nama tersebut antara ‘Larangan Minuman Beralkohol’ atau ‘pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol,

Jika menggunakan kata larangan, maka implementas UU-nya nanti akan bersifat mutlak, sedangkan jika denga nama pengendalian, implementasi berifat terbatas dengan pertimbangan kebutuhan turis di tempat wisata, serta pada upacara adat tertentu terdapat penggunaan minuman beralkohol.

“Di poin ini, fraksi-fraksi mengalami perbedaan pandangan. Posisinya sebagai fraksi yang setuju menggunakan nomenklatur larangan adalah Fraksi PPP dan Fraksi PKS yang kemudian dalam perjalannyan Fraksi PAN juga setuju. Adapun yang setuju menggunakan nomenklatur pengendalian dan pengawasan yakni Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi Hanura, dan Fraksi NasDem. Sedangkan fraksi yang mengusulkan judul tanpa embel-embel larangan dan pengendalian yakni Fraksi Golkar dan Fraksi PKB,” ujar dia Arwani Thomafi secara tertulis, Minggu (21/1).

Adapun soal isu minuman berakohol dijual bebas di warung-warung, dia menegaskan bahawa semua fraksi dan pemerintah secara bulat setuju untuk melakukan penertiban dengan melarang penjualan minuman beralkohol dijual di tempat-tempat bebas.

“Jadi, tidak benar bila ada informasi yang menyebutkan soal komposisi fraksi-fraksi di DPR yang setuju minuman beralkohol dijual secara bebas. Saya tegaskan seluruh fraksi dan pemerintah sepakat untuk menertibkan penjualan minuman beralkohol,” tegas dia.

Adapun kronologi munculnya RUU Larangan Minuman Beralkohol ini lantaran diinisiasi oleh Fraksi PPP sejak DPR periode 2009-2014. Namun karena waktunya tidak memungkinkan, usulan tersebut kandas. Usulan tersebut kemudian muncul kembali di DPR periode 2014-2019 melalui Badan Legislatif (Baleg) DPR. Dalam pengusulan tersebut, Fraksi PKS turut serta menjadi inisator.

“Praktis, sejak itu, secara formal pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol ada dua fraksi yakni PPP dan PKS. Pada tahun 2015, DPR dan pemerintah sepakat untuk membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol dan terbentuklah Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol yang hingga saat ini terus bekerja,” pungkas dia.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta