31 Desember 2025
Beranda blog Halaman 121

Deputi Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi Setjen MPR RI menerima Tim Starnas KPK

Deputi Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi Sekretariat Jenderal MPR RI, Hentoro Cahyono, S.H., M.H., yang juga bertindak sebagai Plh. Inspektur, menerima kunjungan Tim Starnas KPK di Jakarta, Selasa (2/11/2025).

Jakarta, aktual.com – Deputi Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi Sekretariat Jenderal MPR RI, Hentoro Cahyono, S.H., M.H., yang juga bertindak sebagai Plh. Inspektur, menerima kunjungan Tim Starnas KPK pada Selasa, 2 Desember 2025. Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Rapat Deputy dan turut dihadiri Kasubag Sekretariat Inspektorat, Yuni Erawati, serta para auditor muda.

Kedatangan Tim Starnas KPK yang terdiri dari Didik Mulyanto, Rifai Asegaf, dan Muhammad Isro bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Sekretariat Jenderal MPR RI telah melaksanakan tindak lanjut aksi pencegahan korupsi, khususnya terkait pengelolaan konflik kepentingan (Conflict of Interest/COI). Selain itu, tim juga memastikan bahwa seluruh aksi pencegahan berjalan sesuai mekanisme yang ditetapkan.

Pertemuan dimulai pukul 09.30 dan berlangsung hingga 11.30 WIB. Acara dibuka dengan paparan dari Tim Starnas KPK mengenai mekanisme kerja Starnas, usulan tindak lanjut, serta jenis-jenis konflik kepentingan dan cara pengelolaannya. Tim juga menjelaskan mengenai pembangunan sistem pengelolaan COI serta pemetaan risiko, yang menjadi fondasi dalam upaya penguatan tata kelola antikorupsi di instansi pemerintah.

Setelah sesi pemaparan, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab, di mana berbagai isu teknis dan langkah strategis dalam implementasi pengendalian konflik kepentingan dibahas secara mendalam. Suasana dialog berlangsung aktif dan konstruktif, mencerminkan komitmen bersama dalam meningkatkan integritas dan kualitas tata kelola di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR RI.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Saingi K-pop hingga Hollywood Kemenekraf Perkuat Ekosistem IP Nasional

Citayam Fashion Week Tampilkan Tema Sekolah hingga Film Barbie
Citayam Fashion Week Tampilkan Tema Sekolah hingga Film Barbie

Jakarta, Aktual.com — Kementerian Ekonomi Kreatif menetapkan program Creative by Indonesia sebagai agenda strategis pada 2026 untuk mendorong Intellectual Property (IP) lokal menembus pasar global. Hal itu disampaikan Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, dalam acara Road to Rapimnas 2025 Kadin Indonesia di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Riefky mengatakan Creative by Indonesia akan menjadi kampanye nasional untuk mengorkestrasi “Indonesian Wave”, agar karya kreatif Indonesia dapat bersaing dengan fenomena global seperti K-pop, J-pop, Bollywood, maupun Hollywood. “Kita ingin memastikan karya kreatif Indonesia memiliki daya saing global,” ujarnya.

Program tersebut diproyeksikan mengakselerasi nilai ekspor ekraf yang ditargetkan mencapai 27,85 miliar dolar AS pada 2026. Kemenekraf juga menyiapkan kurasi IP unggulan dari film, gim, musik, hingga subsektor ekraf lainnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Prabowo Minta Daerah Siaga Iklim, Eddy Soeparno: UU Pengelolaan Perubahan Iklim Perlu Disegerakan!

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang kian nyata. Ia meminta seluruh daerah di Indonesia tidak lengah dan mulai mengantisipasi risiko lingkungan yang bisa mempengaruhi keselamatan masyarakat.

Hal tersebut diungkap Prabowo usai meninjau wilayah terdampak banjir dan longsor di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Senin (1/12).

Merespons hal ini, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menilai, perintah Presiden Prabowo menegaskan komitmen beliau untuk siaga menghadapi dampak perubahan iklim.

“Sebelumnya saya sampaikan bahwa bencana di Aceh, Sumut dan Sumbar adalah alarm krisis iklim. Bersyukur karena Presiden Prabowo juga menegaskan hal yang sama bahwa semua daerah harus mengantisipasi dampak perubahan iklim. Ini langkah tepat menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin memburuk,” kata Eddy.

Lebih lanjut, Doktor Ilmu Politik UI ini menyampaikan situasi perubahan iklim saat ini dan kedepan membutuhkan koordinasi yang kuat dan strategis antara pemerintah pusat dan daerah.

Karena itu menurut Eddy Soeparno, situasi saat ini menjadi momentum yang tepat untuk membahas dan mengesahkan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim yang sudah masuk dalam Prolegnas 2026.

“RUU Pengelolaan Perubahan Iklim diharapkan akan mengatur penanganan emisi gas rumah kaca yang menjadi pemicu krisis iklim. RUU ini juga akan diselaraskan dengan RUU Energi Baru Terbarukan yang mengatur peta jalan transisi energi, sebagai bagian dari komitmen kita untuk melakukan dekarbonisasi dan mencapai Net Zero Emmission sebelum tahun 2060.”

“RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ini sejalan dengan komitmen dan arahan Presiden Prabowo untuk bersiaga menghadapi dampak perubahan iklim yang lebih buruk ke depannya,” lanjut Eddy.

Waketum PAN ini juga mendorong agar aksi penanganan iklim dilakukan secara lebih cepat, khususnya penurunan emisi karbon dengan akselerasi transisi energi.

“Kami mendukung langkah Presiden Prabowo untuk memperbesar bauran energi terbarukan dan melakukan akselerasi transisi energi. Ini adalah langkah strategis menghadapi krisis iklim di satu sisi dan mewujudkan ketahanan energi di sisi yang lain,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

RRT Salah Sasaran: Urusan Ijazah Jokowi Seharusnya Ditanyakan kepada Partai-Partai Pengusungnya, Bukan ke KPU atau Kampus

Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan. FOTO: Ist

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Polemik soal dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali memanas. Trio pengusung isu ini—Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa—yang populer dengan sebutan RRT, tampak begitu aktif berkeliling mencari jawaban. Mereka mendatangi UGM, KPU Surakarta, KPU Pusat, Komisi Informasi Publik, hingga membuka forum-forum diskusi daring.

Upaya itu tentu merupakan bagian dari kontrol masyarakat. Namun, jika dilihat dari perspektif tata negara dan logika dasar pemilu, langkah RRT sebenarnya salah sasaran. Mereka sibuk mengetuk pintu yang bukan pelaku utama, sementara pihak yang paling bertanggung jawab justru tidak pernah disentuh: partai-partai politik yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 dan 2019.

Analogi Simpel: Siapa Mengusulkan, Dia Bertanggung Jawab

Untuk membuatnya lebih mudah dipahami, mari memakai analogi “rumah tangga = negara”, yang sering digunakan dalam pendidikan kewarganegaraan:

• Rakyat adalah Istri — pemilik rumah dan sumber kedaulatan.

• MPR adalah Suami — kepala rumah tangga yang menjaga arah keluarga.

• Presiden hanyalah Asisten Rumah Tangga — pelayan publik yang dipekerjakan untuk menjalankan tugas sehari-hari.

• Partai Politik adalah Agen Asisten Rumah Tangga — pihak yang mengusulkan dan menjamin kualitas sang asisten.

Dengan analogi ini, logika menjadi sangat sederhana:

Jika “asisten rumah tangga” bermasalah, maka yang pertama dimintai pertanggungjawaban adalah agensinya — bukan RT, bukan RW, bukan tetangga, apalagi kampus tempat dia sekolah 30 tahun lalu.

Jika pemerintah adalah asisten rumah tangga, maka Jokowi sebagai calon presiden diusulkan melalui agen bernama partai politik. Dan jika ada dugaan dokumen bermasalah, maka parpol pengusunglah pihak pertama yang harus menjelaskan kepada publik.

Siapa Parpol Pengusung Jokowi?

Pilpres 2014 – Koalisi Indonesia Hebat (KIH):

• PDI Perjuangan

• PKB

• NasDem

• Hanura

Pilpres 2019 – Koalisi Indonesia Kerja (KIK):

• PDI Perjuangan

• Golkar

• PKB

• NasDem

• PPP

• Hanura

• PKPI

• Perindo

• PSI

Merekalah yang secara resmi menandatangani dokumen pencalonan Jokowi.

Merekalah yang menyatakan kepada negara dan rakyat bahwa Jokowi layak dan memenuhi syarat sebagai calon presiden.

Merekalah yang berkewajiban melakukan verifikasi administratif, termasuk keabsahan ijazah.

Jika sekarang muncul keraguan, maka pintu pertama yang harus diketuk bukanlah KPU atau kampus, tetapi parpol pengusung itu sendiri.

Mengapa Parpol? Karena Mereka Agen Politik yang Mengambil Keputusan

Dalam sistem pemilu Indonesia, KPU hanya mencatat dan memvalidasi dokumen yang diserahkan parpol.

Kampus hanya menyimpan data akademik, bukan lembaga politik.

Yang bertanggung jawab penuh atas rekam jejak calon presiden adalah:

Parpol pengusung.

Itu sebabnya investigasi RRT bakal lebih tepat sasaran jika mereka:

1. Meminta klarifikasi resmi dari semua parpol pengusung Jokowi 2014 dan 2019.

2. Menanyakan prosedur verifikasi ijazah yang pernah dilakukan parpol.

3. Meminta parpol menyampaikan pertanggungjawaban kepada publik.

4. Mengonfirmasi apakah proses itu dilakukan secara benar atau tidak.

Jika parpol mengakui bahwa mereka lalai, barulah terbuka ruang investigasi lebih dalam ke lembaga lain.

Mengapa RRT Justru Melompati Pelaku Utama?

RRT berkeliling kampus, mendatangi KPU, dan mencari arsip 40 tahun lalu. Itu kerja keras yang patut dihargai. Tetapi secara struktur kenegaraan, langkah itu melompat dan melewatkan titik paling fundamental.

Alasannya sederhana:

• KPU tidak mengajukan calon presiden;

• UGM tidak mengusulkan Jokowi sebagai calon;

• Komisi Informasi tidak menjamin kelayakan;

Semua tanggung jawab berada pada parpol.

Maka RRT sesungguhnya menembak sasaran yang berada di luar jalur prosedur.

Jika Parpol Angkat Tangan, Barulah Publik Masuk

Skenarionya jelas:

1. RRT bertanya ke semua parpol pengusung Jokowi.

2. Parpol mengakui kelalaian (atau membantah).

3. Jika parpol mengakui lalai → investigasi publik menjadi sepenuhnya sah dan justifiable.

4. Jika parpol menolak menjawab → publik berhak mempertanyakan profesionalisme mereka.

Dalam demokrasi, tanggung jawab itu berjenjang, bukan liar ke mana-mana.

Arahkan Kritik ke Tempat yang Benar

RRT berhak mengkritik, menelusuri, dan mempertanyakan. Itu bagian dari dinamika demokrasi. Tetapi jika ingin menyelesaikan persoalan secara benar, maka mereka harus mulai dari pihak yang mengusulkan, bukan dari institusi yang hanya memproses dokumen.

Polemik ijazah Jokowi tidak akan pernah selesai jika publik terus mengetuk pintu yang salah. Karena itu, langkah paling logis dan paling konstitusional adalah:

Minta pertanggungjawaban kepada partai-partai politik pengusung Jokowi dalam dua pemilu presiden.

Baru setelah itu, jika ada pengakuan kelalaian, ruang investigasi terbuka lebar.

Demokrasi berjalan jika kritik diarahkan ke tempat yang tepat — bukan ke pintu yang seharusnya tidak disalahkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Pakar Dorong Reformasi Radikal, Polri Aktif Harus Mundur dari Jabatan Sipil

Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mendorong Kepolisian RI untuk menaati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menjabat di luar institusi. Menurutnya, keberadaan Polri di kementerian/lembaga, atau pemerintah daerah, yang erat kaitannya dengan politik itu bisa membahayakan.

Hal ini mengingat Polri memiliki persoalan lebih urgen untuk diatasi. Seperti pengelolaan dan pengawasan sumber daya manusia yang berdampak pada kinerja Polri.

“Sekarang mungkin banyak perkara-perkara yang tidak bisa jalan karena kekurangan penyidik, di mana tidak lolos sertifikasi dan lain sebagainya,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (2/12/2025).

Yang tak kalah penting, menurutnya, penguatan terhadap pengawasan Polri. Menurutnya, pengawasan eksternal harus dilakukan dengan lebih efektif dan menimbulkan efek jera.

“Penguatan Kompolnas sehingga pengawasan yang lebih efektif, bisa menimbulkan efek jera, bukan sebagai sarana imunitas kepolisian,” katanya.

Karena itu, Suparji juga mendorong perbaikan kultural di tubuh Polri dilakukan secara radikal. Adapun kedudukan Polri dalam kelembagaan negara, baik di bawah Presiden atau di bawah kementerian, menurutnya, tak perlu diperdebatkan. Sebab, katanya, reformasi kultural Polri lebih urgen ketimbang perbaikan struktural.

“Bagaimana reformasi kultur secara radikal itu? Harus ada kultur organisasi yang adaptif, tata kelola yang berbasis teknologi informasi, dan manajemen yang kreatif, sistemik, dan melayani,” kata Suparji

Dia pun meminta agar Polri untuk menjadi institusi yang cerdas, bukan justru menjadi lembaga yang superbody yang penuh dengan sifat otoritarianisme.

Perilaku Anggota Polri

Sedangkan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pengaruh terbesar yang mencederai institusi Korps Bhayangkara itu adalah para anggotanya, bukan karena kedudukan lembaga atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan struktur.

“Bukan persoalan struktural, polisi di bawah siapa, kemudian pengangkatan Kapolri oleh siapa, dengan persetujuan siapa, bukan itu. Tapi pengendalian,” kata Habiburokhman di tempat sama.

Dia mengungkapkan, Komisi III DPR RI pun sudah beberapa kali membongkar polemik penegakan kasus yang berkaitan dengan perilaku anggota kepolisian.

Contohnya, kata dia, kasus meninggalnya tahanan Polres Palu yang semula disebut bunuh diri, ternyata ada penganiayaan yang dilakukan oleh polisi di sana, yang kemudian dipecat.

Lalu ada juga kasus Ronald Tannur yang tak hanya melibatkan polisi, tetapi melibatkan aparat penegak hukum lainnya, bahkan pengadilan. Dan yang terbaru, kata dia, ada kasus pemilik toko roti yang menganiaya karyawannya di Jakarta Timur, tetapi tak kunjung ditangkap oleh polisi.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Grand Syekh Al Azhar Sampaikan Belasungkawa atas Tragedi Banjir dan Tanah Longsor di Pulau Sumatera

Jakarta, aktual.com – Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang diketuai Grand Syekh Al Azhar Imam Akbar Ahmed Al-Tayeb menyampaikan belasungkawa mendalam atas banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

“MHM menegaskan solidaritas penuh kepada pemerintah dan rakyat Indonesia atas peristiwa tragis ini,” ujar Ahmed Al-Tayeb dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12).

Majelis Hukama, kata dia, berdoa semoga Allah Swt. senantiasa melindungi para korban dengan rahmat-Nya yang luas, memberikan kesembuhan yang cepat bagi yang terluka, dan melindungi Indonesia beserta rakyatnya dari segala musibah dan bencana.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengatakan Presiden Prabowo Subianto menekankan pemulihan infrastruktur dasar sebagai tahap awal penanganan bencana.

“Presiden Prabowo menekankan bahwa pemulihan infrastruktur dasar dan layanan publik menjadi prioritas utama pemerintah dalam tahap awal penanganan bencana,” kata Teddy.

Hal itu disampaikan Kepala Negara saat meninjau posko pengungsian di Perumahan Kasai Permai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin.

Setibanya di lokasi, Presiden Prabowo meninjau tenda pengungsian, dapur umum, serta area layanan trauma healing yang difokuskan bagi kelompok rentan.

Sekitar 1.000 pengungsi berada di posko tersebut, sebagian besar merupakan keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan rumah akibat terdampak banjir.

Dalam peninjauan itu, Presiden mendapat laporan mengenai kondisi akses darat yang mulai dapat dilalui, meski sejumlah jembatan rusak. Selain itu, Prabowo juga mengatakan aliran listrik di wilayah tersebut hampir pulih seluruhnya dan perbaikan layanan air bersih mulai dilakukan.

“Presiden menegaskan seluruh pihak terus bekerja guna memastikan percepatan penanganan. “Seluruh pihak saat ini sedang bekerja cepat untuk menormalisasi wilayah,” ujar Teddy.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain