28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 38975

KPK vs POLRI: Mereka yang Sesat Pikir atau Saya?

BukanPerseteruan Antar Lembaga

Oleh: Robby Alexander Sirait
Jakarta, Aktual.co —  Polemik pencalonan Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) selaku Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang ditanggapi dengan penetapan BG sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) yang digawangi Abraham Samad telah mengisi ruang publik dua minggu terakhir.

Perseteruan ini lalu berlanjut dengan langkah mem-praperadilan-kan KPK oleh POLRI dan langkah BG mengajukan gugatan yang serupa. Yang paling anyar adalah berita penangkapan salah satu komisioner KPK RI, Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka kasus kesaksian palsu pada tahun 2010.

Jika kita membaca pemberitaan pers dan berselancar di dunia maya khususnya twitter dan facebook, masyarakat terkesan digiring kepada suatu kesimpulan bahwa semua ini pertarungan antar dua lembaga. Pertarungan antara KPK RI versus POLRI. Benarkah demikian?

Mungkin banyak orang yang menyatakan benar bahwa ini adalah pertarungan KPK RI versus POLRI, tapi penulis lebih berkeyakinan ini hanya pertarungan orang per orang atau kelompok di kedua lembaga tersebut. Sama sekali bukan pertarungan KPK RI versus POLRI.

Keyakinan ini salah satunya bersumber dari pro kontra antara para petinggi POLRI atas kasus penangkapan BW.  Faktor lain adalah buka-bukaan Plt Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto,  atas pertemuan elit partainya dengan ketua KPK Abraham samad pada saat pilpres lalu, yang diawali dengan beredarnya tulisan “Rumah Kaca Abraham Samad”.

Pernyataan Hasto saya anggap juga faktor, karena Samad hingga saat ini tak kunjung bersikap tegas untuk mengklarifikasi isi tulisan yang dibenarkan dan dibeberkan oleh Hasto.  Samad adalah penegak hukum, artinya dia memahami betul bahwa apa yang dilakukan oleh hasto adalah tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum, dalam arti: pencemaran nama baik. Bisa saja Samad melaporkan pencemaran nama baik tersebut kepada pihak berwajib bersama-sama rakyat yang berada di belakang KPK RI sehingga kekuatan people power untuk menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

Jika Samad bersedia melaporkan Hasto dan mampu membuktikan apa yang disampaikan Plt Sekjen PDI Perjuangan itu adalah fitnah, maka langkah Samad akan menjadi langkah panutan penegak hukum yang bisa kian memperkuat kewibawaan KPK RI sebagai lembaga anti rasuah.  Faktanya hingga tulisan ini dirilis Samad tidak melakukan hal itu. Padahal sorot mata media dan khalayak mendukung penuh KPK RI. Kalau demikian, wajar bila penulis menyimpulkan sementara bahwa apa yang dikatakan Hasto itu benar adanya.

Faktor berikut ialah mengapa penetapan tersangka BG dilakukan sangat berdekatan waktu dengan fit & proper test BG di parlemen. Mengapa itu tidak dilakukan pada tiga bulan yang lalu saat nama BG sudah masuk list stabilo merah sebagai kandidat menteri.
 
Faktor lain ialah mengapa penetapan tersangka BW justru terjadi pasca kekisruhan dan digantungnya pelantikan BG sebagai kapolri? Padahal beberapa tahun silam, sudah ada yang divonis 5 bulan penjara dalam pusaran kasus BW ini. Mengapa?

Pertanyaan-pertanyaan tentang kasus BG dan BW ini memperkuat alasan penulis untuk menyimpulkan bahwa kedua kasus tersebut adalah memang kasus perorangan atau kelompok yang saling menyandera, bukan kasus hukum yang merupakan otoritas kedua  lembaga.

Lebih jauh lagi, perseteruan perorangan/kelompok yang dicitrakan seolah-olah perseteruan lembaga bisa jadi akibat dari orang per orang tersebut terlalu jauh masuk ke ranah politis dibandingkan ranah hukum yang menjadi otoritas mereka selaku aparat hukum.

Desas-desus kepolisian yang tidak terlepas dari kepentingan politik dan kepolisian masih menjadi lembaga terkorup seturut penilaian Transparency International (TI) merupakan indikasi faktual yang tak terbantahkan, bahwa kepolisian masih jauh dari roh penegakkan hukum yang sejati dan seideal-idealnya.

Lantas bagaimana dengan KPK? Fakta bahwa para komisioner itu memimpin KPK RI karena dipilih oleh parlemen, tentu bisa menjadi indikator awal yang mengarah kepada dugaan bahwa komisioner -komisioner KPK RI ini dapat saja (masih mungkin) terkontaminasi oleh kepentingan politik. Dugaan itu logis terjadi, karena mereka dipilih melalui channel pengambilan keputusan secara politik.

Kedua, coba kita browsing beberapa tahun kebelakang. Banyak sekali statemen-statemen para petinggi KPK RI yang lebih bertendensi dan bernuansa politis. Mereka bahkan terlalu banyak mengomentari kondisi politik nasional yang berkembang, dibandingkan sebagai penjagal hukum layaknya hakim bao.

“Moment pertama adalah saat Ketua KPK Abraham Samad mengomentari negatif terpilihnya Ketua DPR Setya Novanto. Samad mengaku kecewa, karena Novanto dinilainya punya potensi terlibat kasus hukum.

Kedua, soal statemen Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terkait ihwal rekening Jokowi di luar negeri dan dugaan korupsi dana pendidikan di Solo. Adnan menegaskan, Jokowi clear pada dua kasus yang dilaporkan itu.”
Sumber: http://nasional.inilah.com/read/detail/2145032/golkar-kpk-jangan-ikut-berpolitik-dong

Pemberitaan di atas, Samad sebagai penegak hukum atau pengamat politik?, kalau benar Setya Novanto berpotensi terlibat kasus hukum, Samad dan KPK RI tentu lebih baik tak berkomentar,tapi langsung bekerja, selidik, sidik, dan tangkap. Terlalu politiskah peryataan samad tersebut?

Dia menambahkan bahwa pernyataan Ketua KPK, Abraham Samad yang mengatakan bahwa akan menahan Komjen Budi Gunawan, dinilai sebagai sebuah paksaan dan tekanan kepada Presiden agar tidak melantik Budi Gunawan.
Sumber:
http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/15/345669/pernyataan-kpk-dinilai-beri-tekanan-psikologis-ke-presiden-jokowi-dan-polri

Jika memang telah mencukupi syarat administrasi, mengapa KPK RI tidak langsung menahan BG dan mengajukan ke pengadilan tipikor? Mengapa harus berkomentar seolah-olah memberi sinyal ancaman? Tidakkah sikap itu lebih bersifat politis?

Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyayangkan Presiden Joko Widodo mengangkat H.M Prasetyo sebagai Jaksa Agung, karena seharusnya memilih sosok yang independen.

“Sangat disayangkan karena seharusnya sosok Jaksa Agung adalah sosok yang independen dan berintegritas,” kata Ketua KPK Abraham Samad melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Sumber: http://www.klikpositif.com/news/read/14198/surya-paloh-sayangkan-pernyataan-ketua-kpk.html

Pernyataan Samad di atas layak dipertanyakan apa itu pernyataan seorang penegak hukum atau lebih merupakan penyataan seorang pengamat politik? Apakah mengomentari jabatan publik orang lain juga merupakan Tupoksi para komisioner KPK RI? Tidakkah komentar itu bisa disalahtafsirkan publik sebagai manuver politis pimpinan KPK RI?  Kalau si jaksa terindikasi masalah hukum maka KPK selidik, sidik ,dan dakwa. Bukan malah berkomentar layaknya pengamat.

Tiga kutipan berita di atas sekedar contoh bahwa beberapa komisioner KPK cenderung berpendapat di ruang publik dengan tendensi dan nuansa politis. Padahal sejatinya, mereka harus banyak bekerja dibanding berkomentar politis di media massa.

Penulis membayangkan seharusnya para komisioner KPK RI hanya banyak berbicara di ruang-ruang publik dengan konten hasil penyidikan, penetapan tersangka, dan konten hukum tipikor lain. Dalam hal ini seturut kelaziman sikap seorang pengadil sejati. Amati, sidik, sangka, dan tuntut, itulah yang harus dilakukan oleh para komisioner KPK tersebut. Jangan berkomentar atas sesuatu yang tidak pasti secara hukum. Jangan pula beropini di ruang-ruang publik.

Letakkan Kasus BG dan BW Dengan Cara Pandang Yang Sama : Buktikan di Pengadilan

Ketika seorang koruptor ditetapkan oleh KPK RI sebagai tersangka, kita selalu disuguhi cara pandang bahwa KPK RI bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku. Yaitu, memiliki dua barang bukti permulaan, praduga tak bersalah, Equality before the law, ada mekanisme praperadilan, dan pembuktian di pengadilan.

Tidak ada sama sekali yang salah dengan cara pandang tersebut dan memang harus seperti itu penegakan hukum bekerja. Prinsip hukum dan cara pandang inilah yang selalu dibagikan para komisioner KPK RI di ruang-ruang publik.

Nah untuk kedua kasus tersebut seyogyanya kita meletakkan kasus BG dan BW dengan cara pandang yang sama sebagaimana dijelaskan pada alinea sebelumnya. Untuk kasus BG, KPK RI sudah punya alat bukti permulaan yang kuat, maka biarkanlah mekanisme peradilan yang membuktikan, apakah dakwaan jaksa KPK RI, benar atau salah. Biarkan hakim tipikor yang memutuskan.

Sama halnya dengan kasus BW, POLRI sudah punya 3 alat bukti maka biarkanlah mekanisme peradilan yang memutuskannya. Jika BG dan BW sebagai tersangka merasa tidak melakukan pelanggaran hukum, buktikan di pengadilan. Bukan, mereka malah beradu argumen dan opini di ruang publik, yang sebenarnya bukan tempatnya.

Mungkin sebagian orang berpandangan bahwa peradilan yang dihadapi BW nantinya unfair karena sudah mencium ada rekayasa atau kriminalisasi.

Pertanyaannya, apakah POLRI yang menyidik, mendakwa dan memutuskan BW bersalah atau tidak. Jawabannya pasti tidak, masih ada kejaksaan sebagai pendakwa dan kehakiman sebagai pengadil di pengadilan.

Artinya, bisa saja peradilan BW akan fair sesuai aturan dan mekanisme hukum. Jika masih berpandangan bahwa akan tetap tidak fair maka tanpa disadari kita yang berpandangan seperti itu menuduh Kejaksaan dan Kehakiman ‘KOTOR” tanpa menunggu proses peradilan itu sendiri dan tanpa disadari kira menyatakan bahwa “KPK dan Peradilan Tipikor”lah yang paling fair serta bertentangan dengan cara pandang yang selama ini dikampanyekan KPK RI diruang publik atas kasus-kasus korupsi yang digarapnya.

Oleh karena itu, sebaiknya mari kira menggunakan cara pandang yang sama atas kasus BG dan BW ini. Mungkin cara pandang penulis bertentangan dengan pandangan sebagian masyarakat di luar sana. Lantas siapa yang sesat pikir, saya atau mereka?

Tapi yang paling penting mari kita #SAVEKPK dan #SAVEPOLRI sebagai sebuah lembaga penegak hukum. (RAS)

*** Penulis Robby Alexander Sirait adalah netizen yang kini menekuni studi Kajian Perencanaan dan Kebijakan Publik di Universitas Indonesia

Artikel ini ditulis oleh:

Pemprov DKI Dorong Semua Pihak Bangun Lahan Parkir Bertingkat

Jakarta, Aktual.co — Provinsi DKI Jakarta mendorong semua pihak untuk membangun lahan parkir bertingkat demi mengatasi kurangnya lahan parkir di Ibu Kota.

“Kita sedang dorong pembuatan tempat parkir oleh swasta khususnya yang bertingkat dengan empat hingga lima lantai,” kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, Jumat (30/1).

Basuki mengatakan pihak swasta yang membangun fasilitas gedung parkir bertingkat tidak akan dihitung koefisien dasar bangunannya karena tidak dianggap sebuah bangunan.

“Tidak ada hitungan koefisien dasar bangunannya karena saya anggap itu bukan bangunan,” Basuki juga berujar siapapun boleh memanfaatkan properti pribadinya menjadi fasilitas parkir seperti taman, rumah hingga membongkar rumah. Bahkan izin dan penetapan harga parkirpun dibebaskan pada pengembang.

“Kamu mau bongkar rumah untuk bangun gedung parkir saya beri izin karena di Jakarta kekurangn tmpat parkir, Bahkan harga parkir saya bebaskan pada anda,” kata Basuki.

Basuki mengatakan harga itu menjadi resiko dari pengembang dan hubungan dengan konsumen yang jadi kuncinya. “Jadi logikanya sederhana, kalau kamu terlalu mahal pasang tarif orang mau parkir di tempat kamu tidak?,” ujarnya.

Untuk retribusi dari usaha parkir ini Basuki mengatakan pembagian tersebut nantinya berada pada kisaran perbandingan 70 persen untuk pengembang atau pengelola dan 30 persen untuk Daerah.

“Pembagiannya jelas. Pemda gampang buat UPT Parkir 10 persen, pemasukan kas daerah 20 persen dan sisanya bagi mereka,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Meningkat, Kasus Flu Burung di Temanggung

Jakarta, Aktual.co — Kasus flu burung selama 2014 di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mengakibatkan 4.703 unggas mati, atau meningkat tajam dari 2013 mengakibatkan 1.429 unggas mati.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Sri Widodo, mengatakan kasus flu burung pada 2014 ditemukan di 10 kecamatan, antara lain Temanggung, Kedu, Candiroto, Kandangan, dan Wonoboyo.
Sejumlah kecamatan yang dinyatakan positif flu burung tersebut unggas langsung dimusnahkan sesuai dengan protap yang ada.
“Peternak langsung membakar dan mengubur ternaknya ketika diketahui mati mendadak akibat serangan flu burung,” kata Sri, di Temanggung, Jumat (30/1).
Unggas yang positif flu burung pada 2014 terdiri atas ayam buras sebanyak 169 ekor, ayam pejantan 236 ekor, burung puyuh 4.228 ekor, dan ayam petelur 70 ekor.
“Kami telah meminta peningkatan penanganan kandang dan ternak sehingga bisa mencegah flu burung atau meminimalkan bila ada serangan,” katanya.
Pihaknya telah membuat surat edaran pada para camat agar ikut terlibat membantu pengendalian flu burung, terutama dari sisi pendeteksian dini. Upaya ini juga melibatkan pada lurah dan kepala desa.
Virus flu burung atau avian influenza (AI) tersebut berpotensi menyerang ternak unggas pada cuaca ekstrem, maka peternak harus melakukan vaksinasi terhadap piaraannya tersebut secara berkala untuk menghindari virus tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Adaro Targetkan Produksi Batubara Capai 58 Juta Ton

Jakarta, Aktual.co — PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menargetkan volume produksi batubara pada 2015 sebanyak 56-58 juta ton, meningkat tips dibandingkan realisasi 2014 sebesar 56,21 juta ton.

“Fokus Adaro pada 2015 adalah untuk terus berusaha menekan biaya, mempertahankan keandalan pasokan kepada para pelanggan, dan meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam setiap rantai pasokan batubara,” kata GM Head of Corporate Secretary and Investor Relations Division ADRO Cameron Tough dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (30/1).

Ia menambahkan bahwa pada 2014, meski harga batubara terus melemah, Adaro tetap menghasilkan kinerja yang relatif baik dan tetap berada di posisi yang tepat untuk menciptakan nilai maksimal yang berkelanjutan dari batubara Indonesia.

Ia mengemukakan bahwa pada 2014, produksi batubara kami meningkat sebesar 8 persen menjadi 56,21 juta ton yang dihasilkan oleh dua anak perusahaan Adaro, PT Adaro Indonesia (AI) dan Balangan Coal melalui PT Semesta Centramas (SCM).

“Adaro menyelesaikan tahun 2014 dengan catatan produksi kuartalan sebesar 14,45 juta ton, atau naik 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan tersebut di dukung oleh kinerja kontraktor yang baik dan kondisi cuaca yang normal,” katanya.

Ia mengemukakan bahwa pada kuartal IV 2014 perseroan menjual 14,65 Mt batubara, sehingga penjualan tahunan mencapai 57,02 Mt dimana batubara Adaro terus diminati berbagai pelanggan, khususnya dari Indonesia dan India.

“Adaro terus menjadi pemasok utama bagi pasar domestik Indonesia dan tetap berkomitmen untuk mendukung pemenuhan permintaan batubara yang terus meningkat di Indonesia,” kata Cameron Tough.

Di India, ia mengemukakan bahwa penggunaan yang tinggi dari pembangkit listrik bertenaga batubara, dan juga gangguan pada pasokan domestik, menghasilkan kenaikan impor sebesar 20 juta ton pada kuartal IV 2014.

“Impor batubara di India diharapkan terus berkembang di 2015, sementara permintaan batubara lokal di masa depan akan terjamin mengingat rencana pemerintah untuk membangun pembangkit listrik bertenaga batubara yang baru,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Pendiri KPK: BW Salah Alamat Ajukan Pengunduran Diri ke Samad

Jakarta, Aktual.co — Bambang Widjojanto diketahui telah mengajukan pengunduran diri sebagai komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, menyusul telah ditetapkan sebagai tersangka di Bareskrim Mabes Polri.
Namun demikian, surat pengunduran diri itu bukan dilayangkan ke Presiden Joko Widodo yang memiliki hak sebagai kepala negara malah dilayangkan ke pimpinan KPK.
Pendiri KPK Prof Romly Kartasasmita menilai, Bambang salah alamat jika harus mengurus pengunduran diri ke pimpinan lembaga tersebut.
“Sebetulnya yang memberhentikan pimpinan KPK adalah Presiden. Bukan Abraham Samad. Yang berhak mengangkat dan memberhentikan adalah Presiden,” kata Prof Romly ketika berbincang dengan Aktual.co, Jumat (30/1).
Dia mengatakan, penghentian sementara Bambang itu secara otomatis. Terlebih, saat ini Bambang menyandang status tersangka di Mabes Polri. 
“Kalau sebagai tersangka ya Presiden yang berhak menegur. Surat pengunduran diri BW harusnya diberikan kepada Presiden bukan ke KPK,” kata dia.
Karena dia menilai, ketua KPK itu sifatnya cuma koordinator. Dia menilai semua pimpinan keduduknya sama hanya saja, pucuk pimpinan berada di Abraham Samad. 
“Semuanya berkedudukan yang sama. Mereka hanya membawahi pegawai KPK,” kata dia.
Laporan: Wisnu Jusep

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Taufik Heran Tudingan Uchok Soal Raibnya Silpa APBD 2015

Jakarta, Aktual.co —Wakil Ketua Badan Anggaran M. Taufik membantah pernyataan pengamat politik anggaran, Uchok Sky Khadafi yang menilai DPRD perlu menyoroti sisa anggaran APBD 2015 (Silpa) sebesar Rp8,9 triliun.
Kata Taufik, cara menghitung silpa itu dari besarnya jumlah uang yang masuk. Dan bukan dari sisa anggaran APBD tahun sebelumnya (2014) yang sebesar Rp72,9 triliun.
“Orang defisit 20 triliun, bagaimana ada silpa-nya. Ngitungnya dari uang masuk, minus uang yang dibelanjakan. Kira-kira uang yang masuk Rp52 triliun kan, kira-kira yang dibelanjakan 45 triliun sekian gitu,” kata Taufik di DPRD DKI, Jakarta, Jumat (30/1).
Terkait sikap Uchok yang mempertanyakan adanya silpa sebesar Rp19,1 triliun yang tidak tercatat di APBD 2015, Taufik justru menilai Uchok tidak mengerti cara menghitung.
“Kalau ada tudingan ke mana silpa Rp19,1 triliun, Itu (Uchok) ngitungnya dari mana bisa nuding. Itu ngerti gak realisasi income-nya berapa? Kan enggak. Silpa itu uangnya harus ada, kalau duitnya gak ada ya bodong dong silpa. Jadi APBD 2014 itu minus 20 triliun,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, pengamat politik anggaran Uchok Sky Khadafi mengatakan banyak anggaran di APBD 2015 yang perlu dibongkar karena diduga ada korupsi. Salah satu yang menurutnya perlu disoroti adalah terkait jumlah sisa anggaran. 
Di 2014, APBD DKI sebesar Rp72,9 baru terealisasi 40 persen saja. “Tapi di APBD 2015 yang baru disahkan, sisa anggaran (2014) hanya sebesar Rp8,9 triliun,” kata dia saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Selasa (27/1).
Padahal kalau berdasar perhitungan kasar, jika penyerapan hanya 40 persen dari Rp72,9 triliun, berarti silpa-nya adalah sekitar Rp28 triliun. Dan bukan Rp8,9 triliun. Jadi ke mana perginya 19 triliun silpa?
Raibnya sejumlah besar silpa inilah yang dianggap Uchok merupakan suatu keganjilan dan harus dibongkar DPRD. 
“Kalau tetap Rp8,9 triliun, DPRD dan pemerintahan Ahok, tetap harus menjelaskan kemana disimpan sisa dari anggaran silpa sebesar Rp19,1 triliun yang diperkirakan tidak tercatat dalam APBD 2015 yang baru disahkan ini. Kalau tidak dijelaskan, ini namanya bagi-bagi jatah anggaran antara pemerintahan ahok dengan DPRD,” tudingnya.
Uchok sekaligus menyesalkan, mengapa DPRD tidak membongkar sisa anggaran sebesar Rp19,1 triliun.
“Harusnya DPRD itu teliti dalam hitung menghitung sisa anggaran APBD 2014 ini. Bukan hanya menerima begitu saja keganjilan silpa sebesar Rp8,9 triliun,” ungkap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain