26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 38998

Plt Sekjen PDIP: Jokowi Tak Hadiri Pertemuan Teuku Umar

Jakarta, Aktual.co — Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah Presiden Joko Widodo telah menyambangi kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar No 27A, Jakarta, Kamis (29/1) malam.
“Presiden Jokowi dipastikan malam ini tidak hadir,” ujar Hasto seusai bertandang ke kediaman Megawati itu, Kamis malam.
Pernyataan Hasto terkait adanya mobil Innova yang sempat masuk ke kediaman Megawati yang diduga tumpangan Jokowi.
Menurut Hasto, mobil jenis itu merupakan kendaraan rakyat sehingga banyak yang menggunakan, tidak hanya Presiden.
Hasto mengatakan, pada Kamis malam, memang banyak tamu yang hadir ke kediaman Megawati, termasuk dari kalangan kader PDIP. Namun dia mengatakan pertemuan di rumah Megawati membicarakan persiapan Kongres PDIP yang akan berlangsung tahun ini, serta terkait dinamika politik di DPR soal RAPBNP.
Sementara itu terkait pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor, Kamis sore, Hasto mengatakan bahwa Megawati sama sekali tidak berkomentar terkait hal tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Tak Ada Keppres, Rekomendasi Tim Independen Tak Kuat

Jakarta, Aktual.co — Rekomendasi tim independen kepada Presiden Joko Widodo tak kuat karena tak memiliki Keputusan Presiden (keppres).
“Kunci saat ini ada di Jokowi. Kenapa memanggil tim independen, persoalan di partai pengusung saja tak selesai apalagi yang lain,” kata Pengamat Politik, Teguh Yuwono, Kamis (29/1).
Presiden Joko Widodo berpotensi untuk di-impeachment (pemakzulan) oleh Dewan Perwakilan Rakyat jika tak melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Hal ini dikarenakan Budi Gunawan sudah mendapat persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat setelah melewati proses fit and proper test.
“Bisa di-impeachment, karena sudah disetujui oleh DPR,” ujar Teguh.
Menurut dia, keputusan ini sulit dilakukan Jokowi karena menyangkut hukum dan politik. sementara, tak tahu mana yang harus didahulukan, apakah sisi hukum atau politiknya.

Artikel ini ditulis oleh:

Sebelum Eksekusi, Hukuman 3 Terpidana Mati di AS Ditangguhkan

Oklahoma, Aktual.co —Tiga orang terpidana mati di Amerika Serikat mendapatkan penangguhan eksekusi sehari sebelum menjalani hukuman mati dengan suntikan. Richard Glossip, dan dua terpidana mati lainnya di Oklahoma, mendapatkan penangguhan eksekusi sementara dari Mahkamah Agung AS di tengah perdebatan soal obat-obatan yang digunakan untuk melakukan eksekusi.

Midazolam adalah obat penenang yang digunakan untuk melumpuhkan tubuh untuk mencegah terpidana mati mengalami kejang-kejang sebelum obat ketiga yang menghentikan detak jantung disuntikkan. Namun, muncul kritikan sebagai obat anaestesi, Midazolam tak cukup kuat, sehingga potensi terpidana tersiksa menjelang kematian sangat besar.

Tahun lalu, muncul protes setelah eksekusi hukuman mati terhadap Clayton Lockett dianggap gagal. Sebab, Lockett harus tersiksa dalam kesakitan luar biasa selama 43 menit sebelum meninggal dunia akibat serangan jantung. “Kita tak seharusnya menggunakan mereka sebagai tikus percobaan bagi upaya negara bagian Oklahoma menemukan protokol pelaksanaan hukuman mati yang sesuai konstitusi.

Itulah yang kami gugat,” kata kuasa hukum Glossip, Mark Kenricksen. Kasus yang menimpa Glossip sendiri terbilang tak lazim. Sebab, dia adalah satu-satunya dari 49 terpidana mati di Oklahoma yang tak benar-benar membunuh seseorang. Pria ini didakwa membayar seorang kawan untuk membunuh pemilik motel tempat dia dan kawannya itu bekerja.

Si pembunuh, Justin Sneed, lolos dari hukuman mati setelah dia sepakat untuk bersaksi melawan Glossip. Dia kini menjalani hukuman penjara seumur hidup tanpa peluang bebas bersyarat. Hingga beberapa pekan lalu, peluang penundaan eksekusi Glossip sangat kecil. Hingga seorang salah seorang aktivis anti-hukuman mati ternama AS terlibat.

Dia adalah Helen Prejean, seorang biarawati Katolik yang menulis buku soal pengalamannya berinteraksi dan bekerja dengan para terpidana mati. Bukunya yang berjudul “Dean Man Walking” sudah difilmkan pada 1995. Awal pekan ini, Helen tiba di Oklahoma City dan menggelar konferensi pers. Dia mengunjungi Glossip untuk pertama kalinya beberapa jam sebelum penangguhan eksekusi dipastikan. Mahkamah Agung akan menyidangkan kembali kasus ini pada 29 April.

Meski banyak menimbulkan kontroversi, sebagian besar warga Oklahoma masih mendukung hukuman mati. Beberapa orang wakil rakyat bahkan mengusulkan cara alternatif eksekusi yaitu menggunakan gas nitrogen. “Jika hingga titik tertentu kita tak menemukan teknologi untuk menghasilkan suntikan maut, saya mendukung hukuman gantung atau pancung atau cara lain selama bisa memastikan terpidana itu, pada akhirnya, menerima keadilan,” ujar senator negara bagian Oklahoma, Ralph Storey.

Isi Rekomendasi Tim Independen Bikin Masalah Tambah ‘Ruwet’

Jakarta, Aktual.co — Pengamat Politik Teguh Yuwono mengatakan bahwa rekomendasi dari tim independen kepada Presiden Joko Widodo mengandung kontroversi.
Isi rekomendasi yang diberikan kepada presiden membuat masalah menjadi tambah ruwet.
“Saya kira rekomendasi (tim independen) kontroversi. Masalah jadi ruwet. Kalau rekomendasi dilakukan jokowi, ada pihak yang terzolimi,” kata Teguh, kepada Aktual.co, Kmais (29/1).
Rekomendasi yang diberikan akan menyulitkan Jokowi untuk membuat keputusan terkait konflik antara KPK dengan Polri.
“Jokowi dalam posisi ruwet, ini pilihan yang sulit,” ujarnya.
Sebelumnya, tim independen telah memberikan beberapa poin rekomendasi untuk menyelesaikan konflik KPK-Polri. isi rekomendasi salah satunya presiden tak melantik calon kapolri dengan status tersangka dan mempertimbangkan untuk mengusulkan nama calon baru kapolri.

Artikel ini ditulis oleh:

DKI Mulai Terapkan Autodebet untuk Retribusi PKL

Jakarta, Aktual.co —Pemprov DKI mulai luncurkan sistem pembayaran autodebet bagi pembayaran retribusi kios pedagang kaki lima (PKL).  Sebagai awal, peluncuran autodebet kerjasama dengan Bank DKI dilakukan di lokasi binaan PKL ikan hias di Jalan Gunung Sahari 7A, Jakarta Pusat. 
“Sistem autodebet itu bertujuan untuk mempermudah para pedagang. Sehingga, hanya membayar retribusi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan pemerintah,” kata Ahok, di Jakarta Pusat, Kamis (29/1).
Sistem pembayaran autodebet, ujar dia, juga dimaksudkan untuk memberantas pungli yang dilakukan oknum yang memperjualbelikan kios. “Kalau pungli itu tidak diberantas, maka para pedagang akan terus merasa dirugikan. Oleh karena itu, sistem autodebet ini harus kita terapkan,” ujar Ahok.
Di lokasi yang sama, Direktur Operasional Bank DKI Martono Soeprapto menuturkan dengan sistem autodebet mengurangi kebocoran retribusi yang sering terjadi akibat pungli. “Sehingga meningkatkan penerimaan Pemprov DKI dari sektor retribusi,” tutur Martono.
Dia pun berharap para pedagang bisa terbiasa menggunakan transaksi non tunai dan pemberlakuannya bisa diperluas. 
“Mungkin pada awalnya sistem autodebet ini terkesan rumit. Namun, itu hanya karena belum terbiasa saja. Lama-kelamaan juga pasti terbiasa dan tidak lagi menganggap sistem ini rumit,” ujar dia. 

Artikel ini ditulis oleh:

Soekarno dan Garis Hidup Asia-Afrika.

Jakarta, Aktual.co —Saya teringat kala menyusun buku perdana saya, “Tangan-Tangan Amerika, Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia”, pada 2010. Buku ini mengkonstruksikan jalinan kisah seputar “Operasi Senyap” CIA dalam membantu penggulingan beberapa kepala negara yang dipandang Washington sebagai musuh. Para kepala negara yang berpotensi bertabrakan kepentingan dengah korporasi global di balik kebijakan strategis luar negeri Paman Sam.

Saat membaca dokumen, maupun sumber sekunder lain, sontak muncul temuan-temuan baru yang tentunya juga perspektif baru memaknai jalinan kisah yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut. Ternyata, ada beberapa kepala negara yang ikut serta dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, pada April 1955, yang kemudian tergusur dari pentas politik negaranya secara paksa.

U Nu, Perdana Menteri Birma (Myanmar), digulingkan junta militer pimpinan Jenderal Ne Win pada 1962. Bung Karno, digulingkan melalui kudeta merangkak berliku sejak 1965 yang mencapai kulminasi 1967. Pangeran Norodom Sihanouk digusur lewat kudeta militer Jenderal Nguyen van Thiu pada 1970.

Menariknya lagi, Presiden Aljazair Ben Bella, yang tidak ikut KAA di Bandung, namun pemrakarsa sekaligus tuan rumah KAA di negaranya, digulingkan Kolonel Houari Boumedienne pada 19 Juni 1965. Alhasil, KAA yang sedianya 23 Juni 1965 dibatalkan.

Kwame Nkrumah dari Ghana, digusur militer pada Februari 1966. Pada KAA Bandung, Nkrumah belum ikut. Namun dia salah satu pemrakarsa Konferensi Gerakan Non Blok (GNB) pada 1961 di Beograd bersama Bung Karno, Gamal Abdel Nasser (Mesir), Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan Pandit Jawaharlal Nehru (India).

Kenapa digusur? Apa karena dipandang Washington sebagai komunis yang berkiblat ke Uni Soviet dan China? Bukan. Mereka ini pemrakarsa KAA dan GNB yang bermaksud membangun “Kekuatan Ketiga” di luar skema AS-Inggris maupun Soviet-China.

Mereka berbahaya di mata para pemain tingkat tinggi Washington kala itu, seperti David Rockefeller, Allen Dulles, Augustus C Long (senior CEO Texaco Group), yang mewakili setidaknya 600 korporasi global AS yang menguasai industri-industri berat seperti migas, tambang batubara, emas, dan tentu industri strategis pertahanan.

“Kekuatan Ketiga” macam apa yang begitu menakutkan sehingga para arsitek KAA dan GNB jadi target untuk digulingkan?
Gagasan pembentukan “Kekuatan Ketiga” memang baru dikumandangkan Bung Karno secara konseptual pada pertengahan 1960-an, yang kemudian populer disebut NEFOS atau The New Emerging Forces. Kekuatan ketiga yang bukan sekadar tidak ingin terseret ke kubu AS-Inggris maupun kubu Soviet-China.

NEFOS merupakan kontra skema kapitalisme global. Sebuah gerakan pro aktif “Perang Asimetrik” melawan skema kapitalisme global negara-negara maju melalui perang non militer. Sayang, harus terhenti sebelum menemukan format pas, menyusul tergusurnya Bung Karno, Ben Bella, U Nu, Nkrumah dan Sihanouk.

Lebih sayang lagi, NEFOS yang harusnya jadi harta karun, seakan dengan sadar dikubur hidup-hidup menyusul tergusurnya Bung Karno dan munculnya Rezim Orde Baru Soeharto. Dan celakanya, Orde Reformasi kadung “amnesia sejarah” untuk menghidupkan, apalagi merevitalisasi NEFOS.

Dalam berbagai kesempatan, secara provokatif, saya selalu mengingatkan berbagai kalangan agar siap, jika sewaktu-waktu terjadi “Perang Asia Timur Raya Jilid II”.

Mengapa? Sesuai prediksi Samuel Huntington, antara 2015-2017, persaingan global AS versus China akan makin menajam. “Proxy war” antara kedua kutub –yang berlangsung di Asia Tengah sejak 2001 dan di Timur Tengah seperti tercermin dalam konflik berdarah Suriah — akan bergeser ke kawasan Asia Tenggara.

Siapkah kita? Sebagaimana kesiapsiagaan Bung Karno dan para perintis kemerdekaan Indonesia saat mengantisipasi pecahnya Perang Asia Timur Raya pada 1941-1945, dan berhasil mewujudkan kemerdekaan 17 Agustus 1945?

Saya khawatir, para elit politik kita tak punya rujukan menjawab isu global yang cukup krusial tersebut. Apalagi, menawarkan diri sebagai pusat solusi dunia seperti saat Bung Karno menggulirkan gagasan penyelenggaraan KAA dan GNB sebagai dasar kemunculan gagasan terbentuknya “Kekuatan Ketiga”.

Padahal, meski tidak ada “Perang Dingin”, sejak China dan Rusia bersepakat membentuk Aliansi Strategis di bawah payung “Shanghai Cooperation Organization” (SCO), seharusnya kita siap memprakarsai kembali gagasan terbentuknya “Kekuatan Ketiga”, jika menghayati betul makna NEFOS.

India, Brasil yang kemudian disusul Afsel, tampaknya jauh lebih imajinatif daripada kita. Mereka mampu menyerap inspirasi terbentuknya SCO dan kemudian memprakarsai Blok Ekonomi BRICS dengan mengikutsertakan Rusia dan China sebagai kontra skema kapitalisme global AS-Uni Eropa.

Inilah perang asimetrik yang berhasil dilancarkan India, Brasil dan Afsel memanfaatkan polarisasi kutub AS-Uni Eropa versus China-Rusia.

Kita dan negara-negara ASEAN umumnya, yang menyadari betapa makin tajamnya persaingan AS versus China merebut “Sphere of Influence” di Asia Tenggara, sebenarnya cukup berpeluang melakukan sebuah inisiatif politik di dunia internasional. Untuk membangun sebuah aliansi strategis baru di kawasan Asia Tenggara dan mengimbangi aliansi konservatif AS-Uni Eropa.

Dengan didasari gagasan merevitalisasikan NEFOS dalam kerangka membangun “Kekuatan Ketiga”, model kerjasama ala SCO dan BRICS cukup inspiratif sebagai bahan menyusun “Perang Asimetrik” terhadap kekuatan-kekuatan politik internasional yang sedang menyasar Indonesia dan Asia Tenggara.

Inilah relevansi yang saya katakan, apakah kita siap menyongsong Perang Asia Timur Raya Jilid II dan muncul sebagai pemenang? Seperti kita memanfaatkan momentum Perang Asia Timur Raya untuk kemerdekaan Indonesia.

Bandung, Taman Mini Asia-Afrika
Kekhawatiran KAA  bakal membidani lahrinya blok ketiga di antara dua kutub dalam perang dingin, terbukti melalui dua peristiwa penting menjelang dibukanya KAA pada Senin 18 April 1955. Pada 11 April 1955 sekitar pukul 17, Ruslan Abdulgani yang dipercaya Bung Karno sebagai Ketua Panitia persiapan, dikejutkan dengan berita SOS pesawat terbang Constellation Kashmir Princes dari Air India jatuh di kepulauan Natuna, di wilayah perairan Indonesia. Yang mengundang kecemasan Indonesia sebagai penyelenggara KAA, terbetik kabar Perdana Menteri Cina Chou En Lai dan beberapa delegasi Cina menumpang pesawat tersebut.

Spekulasi mengenai adanya sabotase dan rencana pembunuhan Perdana Menteri En Lai bukannya tanpa alasan sama sekali, karena kejadian sebelumya pada 13 Maret 1955 juga mewartakan adanya rencana pembunuhan terhadap Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru. Namun rencana tersebut berhasil dicegah. Syukurlah sehari kemudian mendapat konfirmasi bahwa Perdana Menteri Chou En lai tidak ikut dalam pesawat tersebut. Yang ikut dalam pesawat itu adalah 11 anggota delegasi Cina yang sedianya akan menghadiri KAA di Bandung, beserta 3 orang wartawan dari Cina.

Dari kejadian ini, fakta bahwa di dalam pesawat Constellation Kashmir Princes terdapat pejabat-pejabat penting Cina, mengisyaratkan bahwa bukan tak mungkin pihak yang ingin menggagalkan KAA, mendapat informasi bahwa Cho En Lai sedianya memang akan naik pesawat tersebut, hanya saja pada menit-menit terakhir memutuskan naik pesawat yang berbeda. Besar kemungkinan rencana pembunuhan Chou En Lai dan sabotase KAA berhasil diketahui pihak intelijen Cina sehingga berhasil disusun operasi kontra intelijen penyelamatan terhadap Chou En Lai.

Peristiwa kedua, meski terkesan tersamar dan malah oleh Ruslan Abdul Gani justru dikesankan sebagai sebentuk dukungan terhadap penyelenggaraan KAA, terjadi pada 21 Maret 1955. Jauh hari sebelum berlangsungnya KAA.
Sekitar 14 sarjana/cendekiawan asal Amerika Serikat dari berbagai aliran, mengirim surat kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Di antara para cendekiawan AS tersebut antara lain: Emily G Bach, ekonom dan sosiolog pemenang hadiah Nobel untuk perdamaian, novelis wanita Pearl Buck, SR Marlow, dosen dan guru besar studi Agama, dan Lewis Munford, sejarawan dan filosof.

Meski dalam suratnya berharap akan berakhir sukses, namun tak bisa dipungkiri ada nada tersirat untuk memperingatkan potensi KAA untuk membentuk blok ketiga. Dalam salah satu paragrafnya mereka menulis: “Banyak penduduk dirundung ketakutan, banyak lagi yang asyik membentuk blok-blok. Di tengah-tengah tekanan dan kekacauan situasi demikian, kami membuat surat ini untuk menganjurkan kepada Tuan : Bukanlah keragu-raguan tetapi keberanian, bukannya perhitungan-perhitungan  tetapi kebijaksanaan, bukannya tindakan-tindakan sesuka sendiri, melainkan disiplin, bukannya rencana untuk sesuatu blok tetapi kemajuan cita-cita universal.”

Menurut bacaan saya, meskipun Ruslan Abdul Gani dalam bukunya The Bandung Connection menuturkan fragmen kisah ini sebagai sebentuk dukungan moral dari beberapa cendekiawan AS, namun saya berpandangan bahwa ini merupakan sebentuk peringatan tersamar yang sejatinya menyuarakan kecemasan para perancang kebijakan strategis keamanan nasional di Washington. Hanya saja mereka bermain cukup elegan dengan memanfaatkan integritas independen para cendekiawan AS seperti Pearl Buck maupun Emily G Bach.

Namun demikian, rumusan para cendekiawan AS tersebut terhadap sasaran strategis yang ada di benak para konseptor KAA seperti Bung Karno, Sir Kotelawala ataupun Nehru, ada benarnya juga. “Besar harapan kami kepada Tuan, mudah-mudahan Tuan dapat memecahkan semua masalah dengan merdeka, untuk merumuskan dasar-dasar masyarakat baru.”

Memang benar, frase yang mereka gunakan. Merumuskan dasar-dasar masyarakat baru. Itulah gagasan utama yang mendasari terbentuknya Solidaritas bangsa-bangsa Asia Afrika, pada perkembangannya memang merupakan masyarakat baru. Hanya saja yang tak terbayangkan atau diharapkan para cendekiawan AS tersebut. Karena masyarakat baru yang terumuskan solidaritas Asia-Afrika dengan diikat oleh gerakan menentang Imperialisme dan Kolonialisme, pada perkembangannya telah membidani lahirnya Kekuatan Ketiga, atau Blok Baru sebagai alternatif dari Blok Kapitalisme AS dan sekutu-sekutu baratnya versus Blok Uni Soviet dan Cina.

Oleh para pemrakarsa KAA, peringatan tersamar para cendekiawan AS tersebut diubah menjadi inspirasi untuk menelorkan sesuatu yang baru dan orisinil melalui KAA Bandung.

Bung Karno, yang sangat menguasai betul dimensi geopolitik dari kolonialisme dan imperialisme, dalam pidato pembukaan KAA mampu menginspirasi para peserta:

“Saudara-saudara, betapa dinamisnya zaman kita ini. Saya ingat, bahwa beberapa tahun lalu saya mendapat kesempatan membuat analisa umum tentang kolonialisme. Dan bahwa saya pada waktu itu meminta perhatian pada apa yang saya namakan ‘Garis Hidup Imperialisme.’ Garis itu terbentang  mulai selat Jibraltar, melalui Lautan Tengah, Terusan Suez, Lautan Merah, Lautan Hindia, Lautan Tiongkok Selatan(Sekarang Laut Cina Selatan) sampai ke Lautan Jepang. Daratan-daratan sebelah-menyebelah garis hidup yang panjang itu sebagian besar adalah tanah jajahan. Rakyatnya tidak merdeka. Hari depannya terabaikan kepada sistem asing. Sepanjang garis hidup itu, sepanjang urat nadi imperialisme itu, dipompakan darah kehidupan kolonialisme.”

Melalui paparan ini, Bung Karno secara inspiratif memberi sebuah gambaran nyata sekaligus memetakan akar masalah sesungguhnya konflik global dan betapa pentingnya para pemimpin Asia-Afrika yang hadir di KAA tersebut untuk membangun solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika atas dasar nasib yang sama: Menjadi sasaran geopolitik negara-negara kolonial atas dasar Garis Hidup imperialisme yang secara geopolitik digambarkan Bung Karno.

Seperti yang ditandaskan oleh Bung Karno: “Dan pada hari ini di gedung ini, berkumpullah pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa yang tadi itu! Mereka bukan lagi menjadi mangsa kolonialisme. Mereka bukan lagi menjadi alat permainan kekuasaan-kekuasaan yang tak dapat mereka pengaruhi. Pada hari ini tuan-tuan menjadi wakil bangsa-bangsa yang merdeka, bangsa-bangsa yang mempunyao perawakan dan martabat yang lain di dunia ini.”

Begitulah! Melalui KAA Bung Karno telah menawarkan sebuah Kontra Skema terhadap Garis Hidup Imperialisme. Yakni, Garis Hidup Asia-Afrika.

Oleh: Hendrajit, Redaktur Senior Aktual

Berita Lain