25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40899

Tanggal 10 Desember: Lampu Lalu Lintas Pertama Dipasang

Jakarta, Aktual.co — Lampu lalu lintas pertama dipasang di sisi luar gedung Parlemen di Inggris oleh Sarjana Perhubungan, J.P Knight, pada 10 Desember 1868 silam,. Lampu tersebut menyerupai penunjuk waktu (jam) dengan bentuk seperti semapur yakni lampu merah (berhenti) dan hijau (melintas) di malam hari. Lampu-lampu tersebut mendapat tenaga dari gas.

Penemu lampu lalu lintas sebenarnya yaitu, Lester Farnsworth Wire. Awal penemuan itu diawali ketika suatu hari ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda. Kemudian ia berpikir bagaimana cara menemukan alat pengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif. Sebenarnya ketika itu telah ada sistem perngaturan lalu lintas dengan sinyal berhenti (stop) dan silahkan melintas (go).

Sinyal lampu itu pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu tersebut tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi. Morgan juga merasa sinyal stop dan go memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya interval waktu bagi pengguna jalan sehingga masih banyak terjadi kecelakaan.

Penemuan Morgan tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pengaturan lalu lintas, ia menciptakan lampu lalu lintas berbentuk huruf T. Lampu ini terdiri dari tiga lampu, yaitu sinyal stop (ditandai dengan lampu merah), go (lampu hijau), posisi stop (lampu kuning).

Lampu kuning inilah yang memberikan interval waktu untuk mulai berjalan atau mulai berhenti. Lampu kuning juga memberi kesempatan untuk berhenti dan berjalan secara perlahan.

Artikel ini ditulis oleh:

Tanggal 10 Desember: Lampu Lalu Lintas Pertama Dipasang

Jakarta, Aktual.co — Lampu lalu lintas pertama dipasang di sisi luar gedung Parlemen di Inggris oleh Sarjana Perhubungan, J.P Knight, pada 10 Desember 1868 silam,. Lampu tersebut menyerupai penunjuk waktu (jam) dengan bentuk seperti semapur yakni lampu merah (berhenti) dan hijau (melintas) di malam hari. Lampu-lampu tersebut mendapat tenaga dari gas.

Penemu lampu lalu lintas sebenarnya yaitu, Lester Farnsworth Wire. Awal penemuan itu diawali ketika suatu hari ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda. Kemudian ia berpikir bagaimana cara menemukan alat pengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif. Sebenarnya ketika itu telah ada sistem perngaturan lalu lintas dengan sinyal berhenti (stop) dan silahkan melintas (go).

Sinyal lampu itu pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu tersebut tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi. Morgan juga merasa sinyal stop dan go memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya interval waktu bagi pengguna jalan sehingga masih banyak terjadi kecelakaan.

Penemuan Morgan tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pengaturan lalu lintas, ia menciptakan lampu lalu lintas berbentuk huruf T. Lampu ini terdiri dari tiga lampu, yaitu sinyal stop (ditandai dengan lampu merah), go (lampu hijau), posisi stop (lampu kuning).

Lampu kuning inilah yang memberikan interval waktu untuk mulai berjalan atau mulai berhenti. Lampu kuning juga memberi kesempatan untuk berhenti dan berjalan secara perlahan.

Artikel ini ditulis oleh:

Kejati NTT Segera Periksa Dua Bupati Tersangka Korupsi

Kupang, Aktual.co — Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) dijadwalkan segera memeriksa dua bupati yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Dua bupati itu ialah Bupati Rote Ndao, Leonard Haning yang diduga terlibat dugaan korupsi hibah tanah pada 2011 yang ditengarai merugikan negara Rp229,1 juta, dan Bupati Sumba Barat Jubilate Pieter Pandango yang diduga terlibat korupsi pengadaan sepeda motor pada tahun 2011 senilai Rp3,2 miliar. “Untuk kasus yang melibatkan Bupati Rote Ndao saat ini sedang dilakukan perhitungan kerugian negara di Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Setelah itu bupati akan dipanggil untuk diperiksa, menyusul nanti bupati Sumba Barat,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi NTT John Purba, Selasa (9/12) petang. Dia menyebutkan, Leonard Haning ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Juli 2014 bersama Ketua DPRD setempat Cornelis Feoh. Tanah yang dihibahkan milik Pemerintah Kabupaten Rote Ndao seluas 10 hektare di RT 01/RW01 Dusun Sasonggodae, Desa Holoama, Kecamatan Lobalain.  Kasus ini berawal dari surat Bupati Leonard Haning kepada Ketua DPRD Rote Ndao pada 4 Januari 2011 yang isinya minta persetujuan DPRD tentang hibah tanah tersebut kepada mantan Anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao periode 2004/2009. “Surat itu dijawab Cornelis Feoh pada 8 Januari 2011 yang menyetujui pengalihan aset tersebut. Akan tetapi ketika itu, Cornelis mengingatkan pengalihan bisa dilakukan bila tidak melanggar aturan,” kata dia. Namun, tanah tetap dihibahkan kepada 29 mantan anggota DPRD dan 11 pejabat di Setda Kabupaten Rote Ndao termasuk Bupati Leonard Haning dan Wakil Bupati Marthen Luther Saek.  Sedangkan kasus yang melibatkan bupati Jubilate Pieter Pandango, berawal dari keterangan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan sepeda motor tersebut di Pengadilan Tipikor Kupang pada 23 April 2014.  Sesuai keterangan Viktor di pengadilan, Bupati Jubilate disebutkan melakukan intervensi untuk memenangkan perusahaan tertentu saat tender proyek pengadaan sepeda motor. Buktinya, bupati mengirim disposisi ke PPK untuk memenangkan seorang rekanan bernama Fandy Tjiang. Menurut Viktor,  disposisi bupati sebanyak dua kali. Pertama mengenai penambahan pengadaan sepeda motor dari sebelumnya ditetapkan 25 unit menjadi 158 unit, kemudian disposisi kedua ialah menunjuk kontraktor pelaksana proyek tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Kejati NTT Segera Periksa Dua Bupati Tersangka Korupsi

Kupang, Aktual.co — Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) dijadwalkan segera memeriksa dua bupati yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Dua bupati itu ialah Bupati Rote Ndao, Leonard Haning yang diduga terlibat dugaan korupsi hibah tanah pada 2011 yang ditengarai merugikan negara Rp229,1 juta, dan Bupati Sumba Barat Jubilate Pieter Pandango yang diduga terlibat korupsi pengadaan sepeda motor pada tahun 2011 senilai Rp3,2 miliar. “Untuk kasus yang melibatkan Bupati Rote Ndao saat ini sedang dilakukan perhitungan kerugian negara di Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Setelah itu bupati akan dipanggil untuk diperiksa, menyusul nanti bupati Sumba Barat,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi NTT John Purba, Selasa (9/12) petang. Dia menyebutkan, Leonard Haning ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Juli 2014 bersama Ketua DPRD setempat Cornelis Feoh. Tanah yang dihibahkan milik Pemerintah Kabupaten Rote Ndao seluas 10 hektare di RT 01/RW01 Dusun Sasonggodae, Desa Holoama, Kecamatan Lobalain.  Kasus ini berawal dari surat Bupati Leonard Haning kepada Ketua DPRD Rote Ndao pada 4 Januari 2011 yang isinya minta persetujuan DPRD tentang hibah tanah tersebut kepada mantan Anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao periode 2004/2009. “Surat itu dijawab Cornelis Feoh pada 8 Januari 2011 yang menyetujui pengalihan aset tersebut. Akan tetapi ketika itu, Cornelis mengingatkan pengalihan bisa dilakukan bila tidak melanggar aturan,” kata dia. Namun, tanah tetap dihibahkan kepada 29 mantan anggota DPRD dan 11 pejabat di Setda Kabupaten Rote Ndao termasuk Bupati Leonard Haning dan Wakil Bupati Marthen Luther Saek.  Sedangkan kasus yang melibatkan bupati Jubilate Pieter Pandango, berawal dari keterangan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan sepeda motor tersebut di Pengadilan Tipikor Kupang pada 23 April 2014.  Sesuai keterangan Viktor di pengadilan, Bupati Jubilate disebutkan melakukan intervensi untuk memenangkan perusahaan tertentu saat tender proyek pengadaan sepeda motor. Buktinya, bupati mengirim disposisi ke PPK untuk memenangkan seorang rekanan bernama Fandy Tjiang. Menurut Viktor,  disposisi bupati sebanyak dua kali. Pertama mengenai penambahan pengadaan sepeda motor dari sebelumnya ditetapkan 25 unit menjadi 158 unit, kemudian disposisi kedua ialah menunjuk kontraktor pelaksana proyek tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Dalami Kasus Korupsi Diklat Sorong, KPK Periksa 4 Staf Hutama Karya

Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (10/12) menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat orang staf PT Hutama Karya untuk kasus dugaan korupsi Pembangunan gedung Pendidikan dan Pelatihan  Pelayaran Kementrian Perhubungan di Sorong, Papua, tahun 2011.
Keempat orang tersebut yakni, Narwatri Kurniasih, Sugeng Turwiyanto, Andri Budi Setyawan, dan Hari Prasojo. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Rahmat Kurniawan (BRK), mantan General Manager PT Hutama Karya.
“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BRK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (10/12).
Selain keempat orang tersebut, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Harry Kristanto, Direktur Utama PT Dwi Primma Engineering, Harry juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BRK.
KPK menetapkan mantan General Manager PT Hutama Karya (HK) Persero Budi Rahmat Kurniawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pembangunan Gedung Diklat Pelayaran Kementerian Perhubungan di Sorong, Papua, tahun anggaran 2011. Budi yang kini duduk sebagai Direktur Pengembangan PT Hutama Karya itu diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam proyek tersebut.
Adapun pada kasus proyek di kementerian yang kini dipimpin mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignatius Jonan itu diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 24,2 miliar.
Atas perbuatannya itu, ‎Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPIdana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Dalami Kasus Korupsi Diklat Sorong, KPK Periksa 4 Staf Hutama Karya

Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (10/12) menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat orang staf PT Hutama Karya untuk kasus dugaan korupsi Pembangunan gedung Pendidikan dan Pelatihan  Pelayaran Kementrian Perhubungan di Sorong, Papua, tahun 2011.
Keempat orang tersebut yakni, Narwatri Kurniasih, Sugeng Turwiyanto, Andri Budi Setyawan, dan Hari Prasojo. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Rahmat Kurniawan (BRK), mantan General Manager PT Hutama Karya.
“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BRK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (10/12).
Selain keempat orang tersebut, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Harry Kristanto, Direktur Utama PT Dwi Primma Engineering, Harry juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BRK.
KPK menetapkan mantan General Manager PT Hutama Karya (HK) Persero Budi Rahmat Kurniawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pembangunan Gedung Diklat Pelayaran Kementerian Perhubungan di Sorong, Papua, tahun anggaran 2011. Budi yang kini duduk sebagai Direktur Pengembangan PT Hutama Karya itu diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam proyek tersebut.
Adapun pada kasus proyek di kementerian yang kini dipimpin mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignatius Jonan itu diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 24,2 miliar.
Atas perbuatannya itu, ‎Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPIdana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Berita Lain