Jakarta, Aktual.com – Berbicara status Darurat Sipil yang baru saja ditetapkan oleh Presiden Jokowi dalam menanggulangi wabah corona di Indonesia pada Senin (30/3), mari kita lihat sejenak aturannya.

Status Darurat Sipil diatur dalam Perppu No.23 Tahun 1959. Menurut sejarah Perppu ini dikeluarkan pemerintah mencabut UU No.74 tahun 1957. Penyebabnya untuk melawan pemberontakan di tanah air yang saat itu bermunculan setelah Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959.

Berikut beberapa hal yang perlu kita pahami:

Pasal 1:
(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:
1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

(2) Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Pasal 2
(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.
(2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden.

Pasal 3
(1) Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
(2) Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.
(3) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat mengangkat Menteri/Pejabat lain selain yang tersebut dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu.

Pasal 4
(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(2) Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1. Seorang Komandan Militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan.;
2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3) Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Sipil Pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat sipil yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 7
(1) Dalam melakukan wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajibannya. Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah menuruti petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah yang diberikan oleh Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dan bertanggung-jawab kepadanya.
(2) Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat sipil, terdapat beberapa orang Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah, maka tiap-tiap Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah diwajibkan menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil Pusat menentukan lain.

TENTANG KEADAAN DARURAT SIPIL.

Pasal 8
(1) Selama keadaan darurat sipil berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat sipil.
(2) Apabila keadaan darurat sipil dihapuskan dengan tidak disusul dengan pernyataan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu, peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan dan tindakan-tindakan yang telah diambil oleh Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3).
(3) Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah yang bersangkutan dapat
mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil.
(4) Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Darurat Sipil Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(5) Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.
(6) Apabila keadaan darurat sipil diganti dengan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer atau Penguasa perang.

Pasal 9
(1) Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil.
(2) Ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak berlaku dalam hal peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi menurut pasal 8, diubah atau dicabut.

Pasal 10
(1) Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.
(2) Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan.

Pasal 11
(1) Kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil Daerah berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini berhak mengatur suatu soal dengan peraturan atau mengambil tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan oleh ketentuan-ketentuan itu, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat.
(2) Jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu tidak berlaku.

Pasal 12.
(1) Di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil, setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan keterangan-keterangan itu.
(2) Kewajiban memberikan keterangan ditiadakan, jika orang yang bersangkutan, isteri/suaminya atau keluarganya dalam keturunan lurus atau keluarganya sampai cabang kedua, dapat dituntut karena keterangan itu.
(3) Pejabat-pejabat yang di dalam melakukan tugasnya memperoleh keterangan-keterangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,wajib merahasiakan, kecuali apabila peraturan perundangundangan pusat yang lain menentukan sebaliknya.
Pasal 13
Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

Pasal 14
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menenpatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.
(2) Pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut dibuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Penguasaha Darurat Sipil.
(3) Pejabat yang dimaksudkan di atas berhak membawa orang-orang lain dalam melakukan tugasnya. Hal ini disebutkan dalam surat laporan tersebut.

Pasal 15
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan mensita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.
(2) Pejabat yang melakukan pensitaan tersebut di atas harus membuat laporan pensitaan dan menyampaikannya kepada Penguasa Darurat Sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
(3) Terhadap tiap-tiap pensitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Penguasa Darurat Sipil.

Pasal 16
Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum.

Pasal 17
Penguasa Darurat Sipil berhak:
1. mengetahui,semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio.
2. membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar,tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari
pada bahasa Indonesia;
3. menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang
ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

Pasal 18
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-idzin terlebih dahulu. ldzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat. Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.
(2) Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu. (3) Ketentuan-ketentuan. dalam ayat (1) dan (2) pasal ini tidak berlaku untuk peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat Pemerintah.

Pasal 19
Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.

Pasal 20
Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.

Pasal 21
Untuk pelaksanaan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil, anggauta-anggauta Kepolisian, badan-badan pencegah bahaya udara, dinas pemadam kebakaran dan dinas-dinas atau badan-badan keamanan lainnya ada di bawah perintah Penguasa Darurat Sipil.