Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum bidang tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (RUU Kejaksaan) dapat meringankan kontrol terhadap penyalahgunaan (abuse) wewenang jaksa.

Pasalnya, gunanya pemisahan antara penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dalam undang-undang adalah untuk memperkuat pengawasan (kontrol) apabila terjadi penyalahgunaan wewenang lembaga penegak hukum terhadap orang yang diperiksa.

“Padahal, filosofi awal untuk kontrol, yang mana (wewenang lembaga penegak hukum dipisahkan) masing-masing, supaya bagus. Agar tidak abuse terhadap orang yang diperiksa. Abuse itu bukan hanya memperberat, tapi juga jangan-jangan memperingan,” ujar Yenti dalam pernyataan tertulis kepada wartawan, di Jakarta, Minggu(4/10).

Ketentuan agar jaksa dapat berfungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, mengingatkan Yenti pada kejadian sewaktu Pemerintah dan DPR memberikan wewenang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang KPK.

Sebetulnya sudah bagus, kata dia lagi, apabila tugas penyelidikan dan penyidikan tetap terpisah, misalnya di kepolisian. Tapi, boleh berkas perkaranya ada di jaksa, karena dia sebagai penuntut umum.

“Itu sudah cukup ya, artinya tidak usah serakah-serakah. Dia sudah mutlak penuntut umum, cuma dikurangi oleh penuntut di KPK,” ujarnya.

Ia pun mempertanyakan apakah RUU Kejaksaan juga mau memasukkan wewenang yang semula ada di kepolisian kepada kejaksaan, sehingga kelak penuntut umum juga bisa bertugas menyelidiki dan menyidik suatu perkara.

Kalau demikian, maka pengawasannya harus diatur, bagaimana mekanismenya kalau penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut di dalam satu atap.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i